Bisnis.com, Jakarta – Rugi bersih PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) pada semester I/2024. Di tengah kondisi tersebut, GIAA sedang mempersiapkan sejumlah langkah untuk meningkatkan kinerja ke depan.

Berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit, GIAA justru mencatatkan peningkatan pendapatan operasional sebesar 18,26% secara year-on-year (YoY/YoY) menjadi USD 1,62 miliar atau Rp 24,62 triliun pada H1/2024. 

Presiden Garuda Indonesia Irfanyaputra mengatakan pencapaian ini menghasilkan pendapatan fixed flight sebesar US$1,27 miliar atau meningkat 15,72% dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal mencapai $177,97 juta dan pendapatan lainnya mencapai $167,6 juta.

“Pada pertengahan tahun 2024, Garuda Indonesia secara bertahap dapat menerapkan sejumlah langkah strategis untuk meningkatkan kinerja, baik secara operasional maupun operasional,” kata Irfan dalam keterangan tertulis, Selasa (1/10/2024).

Pendapatan usaha GIAA juga dibarengi dengan peningkatan jumlah penumpang yang mencapai 11,53 juta penumpang atau meningkat 27,40% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 9,05 juta penumpang.

Jika dirinci, peningkatan trafik penumpang hingga akhir Juni lalu datang dari Garuda Indonesia sebanyak 5,27 juta penumpang atau meningkat 45,17% dibandingkan tahun lalu, sedangkan Citilink mencapai 6,27 juta penumpang atau meningkat secara tahunan sebesar 15,49%.

Di sisi lain, beban operasional perusahaan publik meningkat dari US$1,24 miliar menjadi US$153 miliar. Biaya operasional GIAA tercatat sebesar $839,12 juta dan biaya pemeliharaan dan perbaikan sebesar $257,57 juta.

Selain itu, beban bandara meningkat dari $97,15 juta menjadi $123,05 juta dan beban layanan penumpang meningkat dari $80,36 juta menjadi $107,16 juta. Peningkatan beban ini pada akhirnya membuat GIAA membukukan rugi bersih.

“Tidak dapat dipungkiri bahwa di tengah fase industri penerbangan global yang terus bergerak maju secara dinamis pascapandemi, penguatan profitabilitas perusahaan masih menjadi tantangan penting yang perlu kita akselerasi,” kata Irfan.

Alhasil, GIAA masih membukukan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar $101,65 juta, meningkat 32,88% dari rugi bersih sebesar $76,5 juta pada H1/2023. 

Irfan menambahkan, manajemen yakin GIAA mampu mempertahankan kinerja positif dari sisi pendapatan operasional hingga akhir tahun. Upaya tersebut dilakukan dengan fokus pada perbaikan peralatan produksi, peningkatan jaringan penerbangan, dan perluasan portofolio bisnis.

Lebih detailnya, dalam laporan keuangannya, manajemen GIAA membeberkan beberapa rencana operasional dan keuangan untuk meningkatkan kinerja perseroan ke depan. 

“Keberhasilan restrukturisasi utang dan tambahan pendanaan dari PMN memberikan dampak positif bagi perseroan, kinerja keuangan, dan operasional,” tulis manajemen GIAA dalam laporan keuangan yang diterbitkan, Rabu (10/02/2024).

Hasilnya, GIAA mampu membukukan laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) positif sebesar $424 juta.

Namun, hingga Semester 1/2024, GIAA masih memiliki utang jangka pendek yang melebihi aset lancarnya sebesar $613 juta dan ekuitas negatif sebesar $1,38 miliar per 31 Desember 2023.

Elemen-elemen ini menunjukkan bahwa terdapat elemen ketidakpastian yang material yang dapat menimbulkan keraguan besar terhadap kemampuan GIAA untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.

Untuk mengatasi situasi tersebut, manajemen GIAA membuat beberapa rencana. Untuk operasional, GIAA menyiapkan rencana bisnis transportasi udara di tahun-tahun mendatang, yang menggabungkan kondisi pasar saat ini dan kondisi keuangan.

GIAA, misalnya, akan fokus terutama pada rute domestik dan rute internasional terpilih yang memberikan hasil positif. Setelah itu, GIAA akan mengupayakan optimalisasi armada dengan menyesuaikan armada yang ada dan rencana armada.

Pada tahun 2019, armada GIAA awalnya berjumlah 210 pesawat dan berkurang secara signifikan pada tahun 2021-2022 akibat pandemi. Sekarang mulai berkembang menjadi 159 pesawat pada tahun 2026.

GIAA juga menangani koordinasi perencanaan penerbangan, mengoptimalkan operasi kargo, menerapkan penetapan harga dan penjadwalan dinamis, menerapkan strategi produksi kontingensi, dan mengoptimalkan struktur organisasi grup.

Setelah itu, GIAA meningkatkan efisiensi dan/atau seluruh komponen biaya yang ada, meningkatkan loyalitas dan anak perusahaan, serta mendukung proses restrukturisasi keuangan dan operasional anak perusahaan.

Untuk rencana keuangan, GIAA sedang mempersiapkan penambahan modal, tambahan dana dari mitra strategis, dan pelunasan lebih awal utang obligasi dan sukuk.

Sejak tahun 2023, GIAA juga telah membentuk dana pelunasan (sinking fund) pada rekening bank di bank pelat merah sebagai komitmen pelunasan kewajiban perseroan.

Selain itu, GIAA memperkirakan akan menghadapi berbagai risiko bisnis, misalnya volatilitas harga bahan bakar penerbangan, yang dapat mempengaruhi arus kas dan biaya operasional penerbangan, dan nilai tukar terhadap dolar AS berdampak buruk terhadap arus kas operasional. Aliran bisnis dan pendapatan.

Selain itu, terdapat risiko kebijakan pemerintah mempengaruhi fleksibilitas tarif untuk mengatur tarif penerbangan domestik, serta risiko keterbatasan armada akibat terganggunya rantai pasokan komponen pesawat.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel