Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL) berharap pemerintah mengundang diskusi bersama antara pelaku telekomunikasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk membahas penetrasi layanan Starlink di Indonesia.

Ketua Umum APJATEL Jerry Siregar menjelaskan diskusi tersebut diperlukan untuk mengetahui arah dan kebijakan yang diterapkan pemerintah setelah Starlink masuk ke Indonesia. Sebab, mereka menilai layanan Starlink berpotensi mengganggu ekosistem yang ada.

“Saya berharap bisa duduk bersama regulator seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika atau pihak terkait antara lain Kementerian Perekonomian, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Kementerian Perindustrian. dimana ekosistem digitalisasi duduk bersama,” kata Jerry kepada Bisnis saat ditemui di Jakarta, Rabu (12/6/2024).

Ia berharap seluruh pemangku kepentingan, termasuk asosiasi, dapat dipanggil dan berdiskusi bersama untuk menyusun roadmap, fungsi dan batasan Starlink sehingga menjadi rumusan penting.

“Sebenarnya sangat penting kita bekerja sama dengan regulator, dalam hal ini Kemenkominfo. Apalagi kalau bisa ketemu Pa Luhut, Luhut tidak butuh BTS, ujarnya.

Seperti yang sudah kalian dengar, baru-baru ini Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Tower Telekomunikasi Base Transceiver Station (BTS) sudah tidak diperlukan lagi seiring dengan hadirnya Starlink di Indonesia.

“Tidak mungkin kita tidak membutuhkan BTS, kita tetap membutuhkan BTS,” jelas Jerry.

Menurut Jerry, BTS masih dibutuhkan. Oleh karena itu, ia menegaskan semua jenis teknologi membutuhkan serat optik, baik itu 4G, 5G, atau 6G.

Di sisi lain, Jerry menjelaskan industri telekomunikasi telah berinvestasi sebesar Rp 3.000 triliun dalam 30 tahun di Indonesia. Artinya, industri ini rutin menyetor Rp 30 triliun per tahun ke negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Jumlah nominal yang disumbangkan industri telekomunikasi setiap tahunnya lebih besar dibandingkan investasi Starlink Elon Musk yang sebesar Rp 30 miliar. Tak heran, pemerintah diharapkan memberikan kesetaraan.

“Kalau dari sumber teman atau tower wireless, kalau kita lihat setoran negara bisa Rp 20-30 triliun per tahun. Untuk satelit maksimal Rp 20-30 miliar, ujarnya.

Jerry menjelaskan, simpanan negara senilai Rp 20-30 triliun per tahun dari industri termasuk Biaya Pemeliharaan (BHP) hingga Kewajiban Pelayanan Universal (USO).

Lebih lanjut, ia mengatakan jumlah nominal yang besar bukanlah hal yang mengherankan sehingga beberapa asosiasi merasa satelit Starlink diberi karpet merah oleh pemerintah. “Dalam 30 tahun kita investasi Rp 3.000 triliun, tiba-tiba ada pemain baru di karpet merah,” ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel