JAKARTA Bisnis.com – Gelombang PHK, penutupan pabrik, dan membanjirnya produk impor melanda industri padat karya yang selama ini membantu menciptakan lapangan kerja produktif.​

Hal ini juga diperkuat dengan perbedaan pandangan pekerja dan pengusaha mengenai upah minimum sehingga menimbulkan kontroversi di dunia usaha. Selain itu, para pekerja baru-baru ini menyerukan kenaikan upah hingga 10 hingga 20 persen pada tahun depan.

Ketua Asosiasi Sepatu Indonesia (Apurisindo) Eddy Wijanarko mengatakan desakan kenaikan upah buruh mengabaikan formula yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 51 Tahun 2023.

Edhi menilai kenaikan upah yang tidak sejalan dengan kebijakan saat ini justru berdampak pada meningkatnya ketidakpastian kehidupan dunia usaha di Indonesia.​

“Juga akan ada pandangan negatif terhadap Indonesia dalam mempertahankan upaya penguatan daya saing, khususnya di industri padat karya,” kata Edhi dalam keterangan resmi, Rabu (30 Oktober 2024).

Menurut dia, ketidakpastian tersebut berdampak negatif terhadap kepercayaan investor, yakni terkait komitmen Indonesia dalam melaksanakan peraturan yang telah ditetapkan. Terlebih lagi, dengan kondisi perekonomian global dan domestik yang sedang terpuruk, kehadiran investasi asing langsung (FDI) sangat diperlukan.

Selain itu, investasi juga dilakukan pada sektor usaha padat modal dan padat karya, seperti industri sepatu dan alas kaki. Investasi baru dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bagi angkatan kerja Indonesia.​

“Kenaikan upah yang bernilai tinggi bagi industri padat karya, membuat hal tersebut keluar dari perhitungan dan akan mempengaruhi penetapan BPJS mengenai struktur upah dan skala beban usaha terkait ketenagakerjaan, iuran asuransi kesehatan, upah lembur, dan tunjangan lainnya,” katanya. akan diberikan.” .​

Bagi dunia usaha, usulan kenaikan ini akan menjadi beban yang sangat besar. Oleh karena itu, mengingat kondisi dunia usaha yang sulit akhir-akhir ini, Pak Eddy menyarankan pentingnya diadakannya forum bipartisan antara pekerja dan pengusaha.​

Ia optimistis Indonesia bisa mencapai target pertumbuhan hingga 8% jika pemerintahan sebelumnya menerapkan sejumlah kebijakan sebagai landasan perbaikan iklim investasi.​

Bahkan, ekspor industri alas kaki akan meningkat dua kali lipat pada masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, tambahnya.​

Untuk mencapai hal tersebut, konsistensi penerapan peraturan pengupahan akan dijaga sehingga lapangan kerja dapat berkontribusi melalui peningkatan investasi, terutama dari industri padat modal yang juga padat karya.​ Banjir impor

Tidak hanya merupakan industri padat karya yang banyak terjadi perselisihan upah, namun juga menghadapi membanjirnya produk impor yang berdampak pada berkurangnya pesanan dari pasar. Pasalnya, tidak hanya produk impor legal, produk ilegal juga merajalela.​

Hal ini terjadi pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang juga merupakan industri yang menyerap tenaga kerja terbesar. Namun, industri saat ini banyak mengalami PHK karena penurunan pesanan dan dampaknya terhadap produksi.​

Redma G. Wiraswastha, Ketua Umum Asosiasi Produsen Tekstil dan Filamen Indonesia (APSyFI), mengatakan koordinasi antar kementerian perlu lebih ditingkatkan untuk memastikan kebijakan yang diambil sejalan dengan kebutuhan industri dalam negeri.​

“Yang jelas Pak Agus Gumiwan (Menteri Perindustrian) sangat memahami situasi industri saat ini,” ujarnya. Redma, dikutip Minggu (27/10/2024).​

Dia mencontohkan aturan perdagangan impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang menurutnya saat ini berdampak pada industri dan kemungkinan turut menyebabkan terpuruknya industri TPT dalam negeri.

Seperti diketahui, Peraturan Menteri Perdagangan 8/2024 merupakan perubahan ketiga yang diterapkan pemerintah setelah terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan 26/2023 tentang peraturan impor. Peraturan tersebut awalnya dimaksudkan untuk membatasi impor, namun belakangan ini impor banyak produk, termasuk produk tekstil, telah dilonggarkan.​

“Seperti kemarin, sejak Peraturan Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 hingga Peraturan Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024, sulit untuk menahan posisi perdagangan di sana-sini. Untuk pasar dalam negeri yang harus diselesaikan oleh Kementerian Keuangan, seperti ekspor masih sulit dan sangat terpengaruh oleh perekonomian global,” katanya.​

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel