Bisnis.com, JAKARTA – Rupiah dibuka menguat di level Rp 15.702 terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini, Kamis (31/10/2024). 

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah membuka perdagangan menguat 0,01% atau 2 poin ke Rp 15.702 per dolar. Sementara itu, indeks dolar menguat 0,10% menjadi 104,102.

Beberapa mata uang regional Asia lainnya berbeda terhadap dolar AS. Yen Jepang melemah 0,01%, Dolar Singapura melemah 0,06%, Baht Thailand melemah 0,05%, Yuan Tiongkok melemah 0,12%, Peso Filipina melemah 0,04%, Rupee India melemah 0,01%, dan Rupee India melemah 0,01%. Won Korea melemah 0,0%.

Selain itu, Ringgit Malaysia menguat 0,01%, dolar Taiwan menguat 0,25%, dan dolar Hong Kong menguat 0,01%.

Pada perdagangan hari ini, manajer pendapatan Forexindo Futures Ibrahim Asoibi dalam risetnya memperkirakan rupiah akan terus menguat.

“Rupiah mungkin berfluktuasi antara Rp 15.650 hingga 15.720 terhadap dolar AS pada perdagangan Kamis [31/10/2024],” tulisnya dalam risetnya.

Menurut dia, penguatan rupiah dan mata uang lainnya disebabkan oleh sentimen terhadap pemilihan presiden Amerika Serikat. Pasar valuta asing, kata Ibrahim, juga mencermati serangkaian indikator seputar perekonomian AS dan suku bunga dalam beberapa hari mendatang. 

Dari organisasi lokal, perekonomian memperkirakan utang pemerintah di era Prabo Subianto bisa tumbuh hingga Rp 12,893 triliun dalam lima tahun ke depan.

Berdasarkan dokumen World Economic Outlook (WEO) yang diterbitkan Dana Moneter Internasional (IMF) edisi Oktober 2024, perekonomian akan mengalami penurunan rasio utang perekonomian nasional (PDB) pada tahun 2029 menjadi 39,57%.

Tingkat utang pemerintah khususnya diperkirakan akan meningkat meskipun rasionya masih stabil pada level saat ini, yaitu pada Agustus 2024 sebesar 38,49%.

Secara terpisah, analis Mirae Asset Sekuritas menyebutkan nilai rupiah kemungkinan akan pulih ke Rp 15.700 terhadap dolar AS.

“Kami memperkirakan BI akan melakukan intervensi pasar untuk menstabilkan rupiah,” tulisnya dalam risetnya. 

Selain itu, investor menyatakan masih terus berpindah ke aset aman yang berarti indeks harga (DXY) masih tinggi, di atas level 104 selama hampir dua pekan lalu.

Pada saat yang sama, obligasi UST bertenor dua tahun terus naik sebesar 4,18%, sedangkan obligasi bertenor 10 tahun naik sebesar 4,30%.

Perubahan suku bunga UST, terutama yang berjangka waktu dua tahun, akan sangat mempengaruhi BI rate pada rapat bulanan Direksi.

“Kami meyakini tingginya pasar akan memperkecil peluang penurunan BI rate pada Rapat Direksi bulan November yang akan dilaksanakan pada tanggal 19 dan 20 November,” imbuhnya. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel