Bisnis.com, Jakarta – Banyak tambang berizin Izin Usaha Eksplorasi (IUP) yang mencoba menjadi IUP pengembangan. pada saat yang sama Banyak perusahaan menargetkan operasi manufaktur dalam beberapa tahun ke depan.
Salah satunya adalah proyek tambang tembaga Beruang Kanan Induk (BKM) di Kalimantan Tengah. yang bertujuan untuk memulai produksi pada tahun 2027
Padahal, PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID) sudah selesai membahas studi kelayakan proyek tambang tembaga BKM. Saat ini pemegang saham utama, Asiamate Resources Company Limited (AIM), sedang menyiapkan dokumen keuangan untuk nantinya mendukung proyek tersebut.
Direktur Delta Dunia Makmur Ivan Fuad Salim dalam kunjungannya ke Wisma Business Indonesia pada Jumat (7/12/2024) mengatakan, “Studi kelayakan telah selesai sesuai dengan yang diharapkan. Dan kini proses pembiayaan sedang berjalan.”
Ivan menjelaskan potensi sumber daya tembaga di blok tersebut cukup menarik. Proyek BKM memiliki cadangan bijih sebesar 51,5 juta ton, dengan total kadar tembaga 0,6% (303.000 ton), tembaga leleh 0,4% (Proyek 206.000 ton). sumber daya yang diukur, dinyatakan, dan disimpulkan. Jumlahnya adalah 69,6 juta ton dengan kandungan tembaga 0,6% (452.000 ton).
Terkait peran tambang baru dalam memperkuat proyek hilirisasi nasional, Fabi Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), memperkirakan tambang baru bisa memperkuat proyek hilir. Ia yakin kebutuhan terbesar ada pada produksi kabel listrik. terutama tembaga
Industri kabel juga berkembang di Indonesia. Oleh karena itu, menciptakan nilai tambah dari hilir tembaga merupakan suatu hak.
“Sederhana sekali, menurut saya bisa mendukung hilirisasi. Karena kita punya nilai tambah yang lebih baik kan?” kata Fabi kepada Bisnis, Rabu (30/10/2024).
Ia mengatakan, kebutuhan kabel listrik juga tinggi. Pasalnya, transformasi energi memerlukan penciptaan jaringan transmisi. Oleh karena itu, pemerintah harus mewaspadai kemungkinan ini.
Fabi juga mengatakan bahwa kehadiran tambang baru akan membantu meningkatkan cadangan mineral Indonesia, dan menambahkan bahwa para penambang baru juga harus mempersiapkan diri untuk pengolahan tembaga.
Pilihannya, para penambang bisa membangun smelter sendiri atau bekerja sama dengan smelter lain yang sudah ada. Ia meyakini setiap penambang punya perhitungan tersendiri terkait hal tersebut.
Selain itu juga dalam pembangunan smelter Penambang harus percaya pada lahan dan energi. Sedangkan untuk mencapai target produksi tahun 2027 hanya tersisa 3 tahun lagi.
“Keputusannya mungkin tidak akan memakan waktu lama. Harus putuskan di awal tahun 2025 karena di mana pun Anda berjualan pasti ada pembelinya,” tambah Fabi.
Fabi menegaskan, jika penambang memilih membangun smelter sendiri, Pabrik peleburan harus menggunakan energi rendah karbon. Artinya, smelter tidak bisa menggunakan pembangkit listrik tenaga batu bara.
“Kalau membangun smelter Itu harus rendah karbon. Atau bilang batu bara sudah tidak bisa digunakan lagi,” kata Fabi seraya menambahkan bahwa pemerintah harusnya punya kebijakan.
Di sisi lain, Fabi mengakui tambang baru tersebut akan mendongkrak perekonomian di wilayah tersebut. Peningkatan perekonomian tersebut dapat dicapai dengan membuka lapangan kerja baru.
Apalagi, setelah tambang tersebut beroperasi, Fabi mencontohkan kapan tambang tersebut sudah beroperasi. Pelaku usaha akan menciptakan lapangan kerja yang menangani alat berat dan transportasi.
“Kalau ada tambang, saya kira pasti ada pekerjaan. Apalagi kalau masih berfungsi,” kata Fabi.
Namun hal ini juga harus mencakup ketersediaan tenaga kerja di daerah tersebut. Artinya, mereka mempunyai kekuatan.
Menurut Fabi, jika tenaga kerja lokal tidak mempunyai keterampilan Pelaku usaha merekrut tenaga kerja dari luar.
Hal ini mengakibatkan penyerapan tenaga kerja lokal menggunakan tenaga kerja manual dengan upah yang rendah.
“Karena Anda dibayar murah. Oleh karena itu, manfaat finansialnya tidak sah,” kata Fabi.
Sementara itu Penambang baru yang memasuki produksi perlu mengembangkan Good Mining Practices (GMP), kata pengamat ekonomi energi Yayan Satyakti dari Universitas Padjadjaran (UNPAD). Mereka harus memperhatikan operasi pertambangan yang mengutamakan keselamatan dan keberlanjutan sumber daya pertambangan.
“Safety artinya menjaga keamanan lokasi pertambangan, pekerja dan pelaku usaha pertambangan. Artinya mematuhi regulasi seperti K3 dan peraturan yang berlaku,” kata Yayan.
Ia juga berkomentar agar para penambang baru bisa bekerja sama dengan pihak lain dalam memanfaatkan smelter tersebut. Karena relatif lebih hemat.
“Ini juga mencakup transfer teknologi dan pengembangan sertifikasi. agar proses keberlanjutan berjalan lancar,” lanjut Yayan.
Di sisi lain, Yayan mengatakan tambang baru tersebut harus selaras dengan roadmap industri untuk memperkuat industri hilir. Dengan memindahkan industri baru ke hilir menuju industri kelas menengah.
Oleh karena itu, pemerintah harus berperan dalam mendorong upaya ini. Secara khusus, industri menengah terkait dengan industri bahan baku input energi dan non-energi.
“Energi dan industri menciptakan nilai tambah. Tidak hanya harus diekstraksi dari hilir. Tapi pertambangan juga perlu diintegrasikan dengan industri turunannya,” kata Yayan.
Simak Google News dan berita serta artikel lainnya di channel WA.