Bisnis.com, JAKARTA – Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia masih berada di zona kontraksi dalam 3 bulan terakhir sebesar 49,2 pada September 2024. 

Melihat hal tersebut, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai situasi manufaktur di Indonesia masih sensitif terhadap perubahan permintaan pasar dalam negeri dan perubahan efisiensi biaya operasional. 

Chief Executive Officer Apindo Shinta Kamdani mengatakan, PMI manufaktur Indonesia saat ini cenderung sangat bergantung pada kinerja pasar domestik dan Indonesia tidak memiliki banyak industri manufaktur yang bersaing di pasar global. 

Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat terus membantu meningkatkan efisiensi biaya usaha dan memperkuat industri dalam negeri untuk menciptakan industri manufaktur yang berorientasi ekspor, kata Shinta saat dihubungi, dikutip Rabu (2 Oktober 2024).

Shinta meyakini hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti reformasi struktural terkait efisiensi layanan terkait seperti sektor energi, sektor logistik, dan sektor keuangan.

Tak hanya itu, kata Shinta, industri manufaktur Tanah Air juga membutuhkan bantuan untuk mengadopsi teknologi produksi baru yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Hal ini harus dilakukan agar produktivitas produksi dapat lebih tinggi, biaya usaha dapat ditekan dan daya saing di pasar global dapat diperkuat.

“Pemerintah juga dapat membantu dengan memfasilitasi terbentuknya green supply chain di Indonesia sehingga produk-produk industri manufaktur tanah air mendapat prioritas di pasar global,” kata Shinta.

Selain itu, Shinta mengatakan industri kecil dan menengah (UKM) juga perlu dikembangkan untuk menciptakan rantai pasok dalam negeri yang lebih kuat dan efisien. 

“Dengan demikian, UKM dan UKM nasional dapat turut serta meningkatkan kinerja industri nasional sebagai bagian dari rantai pasok industri, termasuk industri manufaktur yang berorientasi ekspor,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, PMI manufaktur Indonesia masih turun di bawah 50 menjadi 49,2 pada September 2024, meski indeks aktivitas manufaktur sedikit membaik dari 48,9 pada bulan sebelumnya. 

Kepala Ekonom S&P Global Market Intelligence Paul Smith mengatakan sektor manufaktur Indonesia masih lesu akibat lemahnya kondisi makroekonomi global pada bulan September.

“Dengan penjualan luar negeri tercepat dalam hampir 2 tahun sejak laporan terakhir, sangat menonjol dalam statistik,” kata Paul dalam keterangan resminya, Selasa (1/10/2024). 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel