Bisnis.com, JAKARTA – Industri asuransi di Indonesia masih menghadapi tantangan dalam memenuhi permintaan nasabah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan hingga Mei 2024, ada sembilan perusahaan asuransi yang belum memenuhi kebutuhan masyarakat khusus.
Ketercapaian pengguna teknologi sangat penting dalam penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117, sebelumnya PSAK 74. PSAK 117 ini dimaksudkan untuk memungkinkan perbandingan laporan keuangan antar perusahaan asuransi dan antar industri. Penerapan PSAK 117 diharapkan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Paul Setio Kartono, Ketua Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) periode 2024-2026 menegaskan, ketersediaan aktuaris di Indonesia harus memenuhi kebutuhan industri asuransi. “PAI memiliki anggota FSAI (Perhimpunan Aktuaris Se-Indonesia) sebanyak 532 orang dan anggota ASAI (Perhimpunan Aktuaris Se-Indonesia) sebanyak 285 orang,” kata Paul kepada Bisnis, Selasa (9/7/2024).
Sebagai perbandingan, menurut BPS, jumlah perusahaan asuransi jiwa di Indonesia sebanyak 58 perusahaan. Saat ini sudah mencapai 78 dan tujuh reasuransi.
Paulo mengakui perusahaan asuransi mempunyai tantangan yang berbeda-beda. Namun, ia menekankan bahwa para ahli teknologi berhak mendapatkan gaji yang lebih tinggi dibandingkan pekerja lainnya karena pekerjaan ini memerlukan banyak pelatihan dan kepatuhan terhadap standar hukum dan praktik.
“Dari penelitian di universitas ternama, hanya 20% yang bisa menjadi ahli,” jelas Paul. PAI rencananya akan mengadakan ujian bagi mereka yang telah lulus dari beberapa program studi di universitas yang telah memilih program pengajarannya. PAI juga akan menambah jumlah tes setiap tahunnya dan menambah pusat tes.
“Saat ini PAI juga sedang melakukan perubahan ujian untuk menjawab tantangan zaman dan sejalan dengan Asosiasi Aktuaria Internasional,” imbuhnya Paul.
Pada mulanya Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengatakan permasalahan pemenuhan kewajiban di bidang asuransi umum terkait dengan terbatasnya jumlah orang untuk penunjukan khusus (FSAI). AAUI juga mencatat bahwa masyarakat beralih bekerja di kantor yang menawarkan kompensasi lebih tinggi.
Makanya harganya mahal sekali, kata CEO AAUI Bern Dwiyanto kepada Bisnis. Menurut Bern, perusahaan harus menawarkan upah yang tinggi untuk menarik pelanggan, sehingga menjadi beban bagi perusahaan dengan kondisi keuangan menengah dan rendah.
Penerapan teknologi pada perusahaan asuransi dan reasuransi diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Hukum Perasuransian dan OJK. Pasal 17 ayat Pasal 17 ayat 2 menyatakan bahwa perusahaan asuransi wajib mempekerjakan orang-orang khusus untuk mengelola akibat finansial dari risiko yang dihadapi perusahaan.
Selain PSAK 117, memiliki tenaga ahli sangat penting untuk mengelola aset dan liabilitas perusahaan dengan baik. OJK mencatat aset usaha asuransi mencapai Rp 1.120,57 triliun pada Mei 2024, meningkat 1,30% year-on-year (YoY) dibandingkan makan tahun lalu sebesar Rp 1.106,23 juta
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel