Bisnis.com, JAKARTA – Komisi VI DPR RI membahas kesulitan yang dihadapi Himpunan Perbankan Nasional (Himbara) yang harus bersaing dengan pemerintah atau Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) untuk mendapatkan likuiditas.

Anggota Komisi VI Jon Erizal mengatakan likuiditas pasar saat ini ketat seiring tren kenaikan suku bunga The Fed. Bank perlu menghimpun pendanaan, salah satunya dengan menerbitkan obligasi atau surat utang, serta menghimpun simpanan nasabah (Dana Pihak Ketiga/DPK). 

Jika dulu perbankan hanya bersaing dengan surat berharga negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah, kini BI turut serta dalam pemulihan pasar obligasi melalui Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Instrumen ini dikeluarkan bank sentral untuk meningkatkan aliran dana asing dan menstabilkan nilai tukar rupee.

Jadi Himbara juga bersaing dengan negara, negara menjual obligasinya sendiri lalu bank-bank itu disuruh mencari dana sendiri, ujarnya dalam rapat Komisi VI DPR RI, Senin (7/8/2024). . .

Sementara itu, menurut dia, imbal hasil yang ditawarkan SBN lebih tinggi dibandingkan obligasi yang ditawarkan perbankan.

“Persaingan ini sulit bagi perbankan,” kata Yohn.

Selain itu, kata dia, Bank Sentral atau The Fed diperkirakan tidak akan menurunkan suku bunga dasar pada tahun ini. Hal ini memberikan tekanan likuiditas pada perbankan. 

“Kita harus memikirkan bagaimana sumber pendanaan ini akan berkembang. “Banyak hal yang harus diantisipasi,” ujarnya.  Jawab ke BNI dan BTN 

Pimpinan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Direktur Tbk. (BBNI) Rojk Tumilaar juga mengatakan, tren yang terjadi saat ini adalah suku bunga acuan akan tinggi dalam jangka waktu lama atau lebih tinggi dalam jangka waktu lama. The Fed sendiri masih mempertahankan suku bunga acuan atau fed funds rate di angka 5,5%.

Situasi ini berdampak pada pelemahan nilai tukar rupee. Meski rupiah terus melemah, investor asing terus berdatangan ke Indonesia.

Pada saat yang sama, SRBI menjadi incaran investasi investor asing. Di sisi lain, suku bunga acuan BI masih berada pada level tinggi dengan kenaikan sebesar 25 basis poin (bp) pada April 2024. Suku bunga SRBI juga mengalami kenaikan sebesar 65 basis poin.

Hal ini memang akan menarik masuknya modal asing atau Foreign Inflow dan menstabilkan nilai tukar rupee. Namun dalam kondisi tersebut, likuiditas rupiah terserap cukup besar, 70% di antaranya melalui SRBI.

Singkatnya, likuiditas sedang ketat, kata Royk dalam rapat Komite VI DPR RI.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Nixon LP. Napitupulu juga menyatakan likuiditas saat ini mahal. Akibat tren likuiditas yang tinggi, beberapa tujuan bisnis perbankan menjadi berkurang. 

“Ekspansi kredit terus kami kurangi karena cost of fund mahal. Kita belum tahu kapan turunnya,” ujarnya dalam sidang Komisi VI DPR RI.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel