Bisnis.com, JAKARTA – PT Manulife Asset Management Indonesia (MAMI) memperkirakan imbal hasil surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun akan turun pada akhir tahun ini, didukung ekspektasi penurunan suku bunga lebih lanjut, serta ekspektasi penurunan suku bunga. inflasi, rupee dan stabilitas fiskal. 

Berdasarkan data PHEI, imbal hasil SUN Benchmark 5 tahun (FR0101) turun 1 basis poin menjadi 6,36%, dan imbal hasil SUN Benchmark 10 tahun (FR0100) turun 4 basis poin menjadi 6,60%. Data Bloomberg menunjukkan kurva imbal hasil SUN 10 tahun (GIDN10YR) turun 2 basis poin menjadi 6,64%.

Syuhada Arief, Senior Portfolio Manager, MAMI Fixed Income, mengatakan secara historis dalam siklus penurunan suku bunga, imbal hasil obligasi cenderung turun seiring dengan besarnya pemotongan yang terjadi.

Ia mengatakan, penurunan BI rate diperkirakan akan terus berlanjut pada kuartal IV-2024 hingga dukungan Bank Indonesia terhadap pertumbuhan di tengah risiko perlambatan ekonomi global. Inflasi domestik yang rendah dan risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi global disebut-sebut menjadi faktor pendorong BI untuk lebih cepat menurunkan suku bunga.

Menurut dia, prospek penurunan suku bunga BI rate yang masih terbuka di masa depan memberikan potensi investasi jangka panjang yang menarik bagi pasar obligasi dan memberikan peluang bagi investor untuk ‘mengunci’ imbal hasil pada level yang menarik saat ini sebelum tarifnya. minat lebih lanjut. potongannya. 

“Imbal hasil SBN 10 tahun masih berada pada level yang menarik, dengan selisih antara imbal hasil SBN 10 tahun dan US Treasury 10 tahun berada di kisaran 280 bps, berada di atas rata-rata 250 bps,” ujarnya dalam catatan. ke atas pernyataannya, dikutip Selasa (22/10/2024).

Sementara itu, Arief menambahkan, stabilitas inflasi, nilai tukar rupiah, arah kebijakan fiskal dalam negeri, dan prospek soft tapering Amerika Serikat merupakan faktor risiko yang dapat mempengaruhi prospek pasar obligasi domestik ke depan.

“Kami memperkirakan imbal hasil SBN tenor 10 tahun akan terus berada pada kisaran 6,00%-6,25% hingga akhir tahun ini,” kata Arief.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2025 diperkirakan akan tetap moderat, sementara pertumbuhan kawasan Asia diperkirakan akan membaik. Hal ini konsisten dengan siklus pengetatan suku bunga sebelumnya yang tidak seagresif di Amerika Serikat sehingga dampaknya terhadap perekonomian lebih kecil.

Pasar keuangan Indonesia mendapat manfaat dari siklus penurunan suku bunga AS dan domestik. Diperkirakan ruang penurunan moneter masih cukup besar, di tengah perubahan ke arah kebijakan yang berpihak pada pertumbuhan.

Potensi penurunan suku bunga The Fed diperkirakan masih terjadi pada kuartal keempat, namun besar kecilnya penurunan suku bunga di masa depan akan bergantung pada kondisi dan indikator perekonomian yang berlaku. Jumlahnya sendiri diperkirakan tidak akan sebesar saat ini. penurunan suku bunga oleh The Fed,” jelasnya.

MAMI memperkirakan kawasan Asia masih memiliki daya tarik, didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil dan potensi melebarnya perbedaan suku bunga riil dengan Amerika Serikat. Dari Tiongkok, lanjut Arief, pemerintah Tiongkok mengumumkan serangkaian pengurangan moneter dan komitmen stimulus fiskal.

Perubahan ini awalnya disambut positif dan bisa memicu masuknya dana asing secara besar-besaran ke pasar saham Tiongkok. Namun pasar masih menunggu stimulus fiskal untuk mendukung konsumsi masyarakat yang dinilai mampu lebih efektif mendukung pertumbuhan ekonomi Tiongkok.

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel