Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat situasi utang pemerintah mencapai Rp 8.262,10 triliun pada akhir Maret 2024 atau setara dengan 38,79% PDB Indonesia.

Situasi utang tersebut mengalami penurunan dibandingkan posisi Februari 2024 yang tercatat sebesar Rp8.319,2 triliun atau setara dengan 39,06% PDB.

Menkeu menyampaikan rasio utang pada Maret 2024 akan dijaga di bawah batas aman sebesar 60% PDB sesuai UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan lebih baik dibandingkan yang ditetapkan dalam Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 pada kisaran 40%.

Selain itu, pemerintah juga memprioritaskan pembelian utang dalam jangka menengah panjang dan aktif mengelola portofolio utang, seperti dikutip dalam Laporan APBN Edisi April 2024, Selasa (7/5/2024).

Kalau jelas, utang pemerintah hingga akhir Maret 2024 sebagian besar berasal dari dalam negeri yaitu 71,52%.

Hal ini sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk meningkatkan sumber pembiayaan dalam negeri dan menggunakan utang luar negeri sebagai pelengkap.

Saat ini berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah terutama pada Surat Berharga Negara (SBN) mencapai 88,05%.

Tercatat pada akhir Maret 2024, lembaga keuangan menguasai sekitar 43,4% kepemilikan SBN di dalam negeri, termasuk bank sebesar 24,8%, serta perusahaan asuransi dan dana pensiun sebesar 18,6%.

Saat ini kepemilikan internal SBN melalui Bank Indonesia (BI) sebesar 21,3% yang antara lain digunakan sebagai alat pengelolaan keuangan.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan mencatat hanya asing di dunia yang menguasai 14,2% SBN dalam negeri, termasuk kepemilikan pemerintah asing dan bank sentral.

Lebih lanjut, Kementerian Keuangan menyebutkan kepemilikan setiap investor terhadap SBN dalam negeri terus tumbuh sejak tahun 2019, dari hanya di bawah 3% menjadi 7,95% pada akhir Maret 2024.

Sedangkan sisa kepemilikan SBN dalam negeri dipegang oleh lembaga lokal lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan lembaga tersebut.

Untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan kredit dalam jangka panjang, pemerintah menyatakan akan terus berupaya menciptakan pasar SBN dalam negeri yang dalam, efisien, dan likuid.

Salah satu strategi yang diterapkan adalah pengembangan berbagai instrumen SBN, antara lain pengembangan SBN berbasis lingkungan hidup (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).

Menurut Kementerian Keuangan, peran transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN yang didukung sistem Internet tidak begitu penting, sehingga dapat membuat pembelian kredit melalui SBN menjadi lebih efisien, efektif, dan terpercaya.

Pemerintah juga mengatakan akan terus mengelola utang secara hati-hati dan terbatas sambil mempertahankan risiko suku bunga, permodalan, likuiditas, dan pertumbuhan yang lebih tinggi.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan saluran WA