Bisnis.com, BALIKPAPAN – Otoritas Pengawas Keuangan meminta perbankan dan lembaga keuangan lebih bertanggung jawab dalam menyediakan layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau pembayaran pinjaman uang (OJK) kepada generasi muda.

Direktur Pengawasan Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan generasi muda bisa saja terjebak utang berlebihan (excessive debt).

Menurutnya, hal tersebut sudah menjadi permasalahan global, termasuk pada forum International Network on Financial Education. 

“Sebenarnya paylater juga sudah menjadi perhatian regulator di seluruh dunia. Kita ada pertemuan INFE dan OECD. Disana juga dibicarakan bahwa Paylater membuat anak muda bayar lebih, tangan banyak utang”, ujarnya kepada mereka. di Pentacity & E-Walk Mall Balikpapan, pada Sabtu (5/10/2024).

Jika generasi muda tidak punya uang, lanjutnya, bank dan lembaga pemerintah tidak boleh mendorong mereka untuk berbelanja atau menggunakan layanan seperti paylater.

OJK menekankan pentingnya melindungi jasa keuangan bagi mereka yang dapat menggunakannya secara efektif, namun tidak bagi nasabah yang dapat membawa uangnya di masa depan.

“Jadi jangan asal memberi [pinjaman]. Kami mendukung produksi. “Partisipasi adalah sebuah tanggung jawab,” ujarnya. 

Sebab, generasi muda bisa menjadi nasabah penting bank dan lembaga keuangan di masa depan. Jika kelompok ini terlilit hutang dan memiliki catatan keuangan yang buruk, hal ini dapat menghalangi mereka untuk mendapatkan layanan keuangan yang mereka perlukan di masa depan. 

Berdasarkan data OJK, penggunaan layanan paylater di Indonesia didominasi oleh generasi muda yaitu generasi milenial dan Gen Z. 

Pekerja berusia 18 hingga 25 tahun memiliki porsi yang besar yaitu mencapai 26,5%, sedangkan pekerja berusia 26 hingga 35 tahun memiliki porsi yang lebih besar yakni 43,9%.

Alasan menggunakan layanan paylater ini bermacam-macam, dan banyak pengguna yang memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kelompok terbesar adalah pembelian fesyen sebesar 66,4%, diikuti peralatan rumah tangga sebesar 52,2%. 

Kemudian, elektronik menyusul dengan 41%. Selain itu, laptop dan ponsel tercatat digunakan oleh 34,5% pekerja, sedangkan 32,9% digunakan untuk keperluan personal care.

Dalam praktiknya, jumlah yang diperoleh melalui penggunaan Buy Now Pay Later (BNPL) atau rencana pembayaran dari perusahaan pembiayaan mencapai Rp 7,99 miliar hingga Agustus 2024. 

Jumlah tersebut meningkat signifikan yakni 89,20% per tahun (year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu.  

Saat ini rasio kredit bermasalah yang teridentifikasi melalui kredit bermasalah (NPF) berada pada posisi tetap yakni 2,52% per Agustus 2024 adalah 2,82%. 

Di sisi lain, porsi pinjaman perbankan sebesar 0,24%, sama dengan bulan lalu. Namun terjadi peningkatan signifikan pada saldo debet dan nomor rekening.

Per Agustus 2024, saldo pinjaman BNPL meningkat 40,68% yoy dari sebelumnya Juli 2024: 33,66% menjadi 18,38 triliun, dan jumlah rekening pada Juli 18,95 juta 2024 sebelumnya menjadi 17,90 juta. Risiko bank BNPL turun menjadi 2,21% dibandingkan Juli 2024 sebesar 2,24%. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA