Bisnis.com, Jakarta – Kinerja pasar saham yang relatif lesu di awal tahun ini membawa keuntungan bagi emiten investasi PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. Portofolionya juga terbatas. Alih-alih untung, perusahaan justru malah merugi.

Emiten berkode saham SRTG ini memiliki sejumlah portofolio di pasar modal Indonesia, termasuk saham-saham blue chip seperti PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) sebanyak 9,26%, PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) 18,82%, PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) 3,67%.

Selain itu, perseroan juga mengakumulasi sejumlah saham di perusahaan pengembang seperti PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk. (MPMX) sebesar 56,69%, PT Provident Investasi Bersama Tbk. (PALM) 9,43%, PT Sumatra Indo Gas Tbk. (AGII) 10%, dan PT Nusa Raya Cipta Tbk. (NRCA) 6,97%.

Sayangnya, kinerja portofolio investasi tersebut kurang baik di awal tahun ini. Kenaikan harga saham ADRO diimbangi oleh penurunan harga saham MDKA dan TBIG pada periode yang sama.

Artikel seputar kinerja Saratoga menjadi salah satu berita pilihan BisnisIndonesia.id hari ini Kamis (23/5/2024). Selain berita-berita tersebut, beragam berita ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitis juga disajikan dari redaksi BisnisIndonesia.id. Berikut ikhtisarnya:

 

Tidak ada yang spesifik mengenai target fiskal 2025

Melihat struktur dasar situasi fiskal yang akan dilaksanakan tahun depan, para politisi prihatin terhadap pendapatan, terutama pajak, yang masih menjadi andalan penghimpunan dana segar di kas negara, kemajuan yang dicapai hampir tidak berarti.

Sejumlah strategi yang dihadirkan oleh otoritas keuangan tidaklah unik. Faktanya, negara perlu membuat kemajuan signifikan dalam menggali potensi pendapatannya agar mampu membuat anggaran pendapatan dan belanja pemerintah menjadi sehat.

Pada Senin (20/5/2024), pemerintah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Prinsip Kebijakan Fiskal Tahun 2025 (KEM PPKF), pendahulu APBN tahun 2025, kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sayangnya, dari cetak biru yang dirilis beberapa pejabat pemerintah lainnya, termasuk Menteri Keuangan Shri Mulani Andrawati, terlihat jelas belum ada tindakan strategis yang diambil.

 

Alasan mengapa mobil hidrogen melambat

Penjualan global kendaraan listrik sel bahan bakar (FCEV) pada kuartal pertama tahun 2024 turun signifikan sebesar 36,4% menjadi hanya 2,382 unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Menurut laporan riset SNE, perlambatan penjualan kendaraan hidrogen global disebabkan lemahnya pasar di dua kawasan besar, yakni Korea Selatan dan Amerika Serikat.

Korea Selatan yang menjadi pemimpin pasar FCEV hingga Oktober 2023 mengalami penurunan penjualan signifikan sebesar 67,0% menjadi hanya 632 unit pada kuartal I 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Korea Selatan merupakan pasar FCEV terbesar kedua dengan pangsa 26,5%. Pada periode yang sama tahun lalu, ginseng dalam negeri masih mendominasi pasar dengan pangsa 51,1%.

 

Investasi SRTG Bukan Yang Terbaik di Awal Tahun, Perhatikan Rekomendasi Sahamnya!

Analis Socor Securities Paulus Jimi mengatakan SRTG memperkirakan posisi utang bersihnya akan membaik dari Rp 258 miliar menjadi Rp 885 miliar pada 2023.

Atas penambahan utang tersebut, Jimmy memperkirakan akan digunakan untuk mendanai investasi RS Bravia pada kuartal I 2024, sehingga rasio biaya menjadi 1,8% dibandingkan 0,5% pada 2023.

Beban operasional naik 46% year-on-year karena kenaikan penghargaan dan biaya profesional, namun beban terhadap nilai aset bersih (NAV) relatif stabil sebesar 0,8% dibandingkan 0,5% pada tahun 2023, meskipun NAV dalam 1 kuartal mengalami penurunan pada tahun 2024.

Selain itu, Jamie menjelaskan bahwa pembelajaran penting dapat diambil dari keterbukaan publik dan RUPST baru-baru ini, termasuk SRTG yang mengonfirmasi rencana investasi tahunan sebesar US$100 juta hingga US$150 juta, yang tersebar di berbagai industri dan peluang.

 

Permintaan pinjaman kendaraan listrik semakin meningkat

Segmen penyaluran pembiayaan kendaraan listrik masih tergolong kecil, meski perusahaan pembiayaan mencatatkan tren peningkatan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat porsi penyaluran pembiayaan kendaraan listrik masih sangat kecil yakni sekitar 0,01% dari seluruh penerima pembiayaan beberapa perusahaan pembiayaan.

Meski masih terbilang kecil, O.K. Agusman, Direktur Eksekutif Pengawasan Lembaga Keuangan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Keuangan Lainnya, optimis pembiayaan EV akan meningkat dan dapat membantu mempercepat penggalangan dana. Ekosistem di Indonesia.

“Hal ini didukung dengan perkembangan kendaraan listrik yang cukup pesat dan kuatnya dukungan pemerintah dalam membangun ekosistem kendaraan listrik,” kata Agusman melalui tanggapan tertulis yang dikutip, Rabu (22/5/2024).

 

RI berharap nikel menjadi tulang punggung perekonomian

Pemerintah semakin berharap nikel menjadi salah satu andalan perekonomian di masa depan, dan ekspor produk pertambangan nikel mencapai 1.100 triliun rupiah pada tahun 2030.

Pasca pembekuan ekspor bijih nikel pada tahun 2020, produk dengan kandungan nikel lebih rendah menjadi satu-satunya pilihan bagi “pemain” nikel dalam negeri untuk melanjutkan aktivitas ekspornya. Situasi ini sungguh memberikan angin segar terhadap kinerja ekspor produk tersebut.

Angka ekspor nikel dan turunannya pun langsung meningkat tajam. Misalnya pada tahun 2021, ekspor nikel mencapai $1,27 miliar. Kemudian angka ini meningkat beberapa kali lipat dan mencapai puncaknya sebesar $5,93 miliar pada tahun 2022.

Dan hal ini tidak berhenti disitu saja: dampak dari penurunan harga nikel dengan cepat meningkatkan nilai ekspor produk tersebut, yang akan mencapai $34 miliar, atau sekitar $543 triliun, pada tahun 2023. Pemerintah tampaknya tidak senang dengan kapten ini. Dalam beberapa tahun ke depan, aktivitas nikel diperkirakan mencapai $70 miliar per tahun.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel