Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pembatasan pembelian bahan bakar bersubsidi (BBM) jenis Pertalite dan Solar belum terealisasi. Pasca pemilihan presiden awal tahun ini, diskusi mengenai revisi aturan seputar skema ini kembali terjadi.

Sementara itu, pasokan BBM, rencana pembatasan tersebut dilanjutkan dengan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Pendistribusian dan Harga Eceran. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun memerintahkan agar penyusunan peraturan tersebut segera diselesaikan.

Erika Retnowati, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), mengatakan revisi Perpres tersebut sedang dalam pembahasan.

“Soal revisi Perpres 191, saat ini sedang dilakukan pembahasan karena baru ada arahan dari Presiden agar segera diterbitkan,” kata Erika (RDP) dan Komisi VII DPR, Senin (27/5). /2024).

Erika mengatakan, saat ini pemerintah tengah berupaya untuk segera menyelesaikan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang masih ditangguhkan pada tahun 2023.

Sementara itu, Erika mengatakan rancangan revisi Perpres tersebut masih menunggu persetujuan Menteri Koordinator Perekonomian.

“Seperti yang kita bahas hari ini tadi, posisinya masih di Menteri Koordinator Perekonomian. Kita masih menunggu keputusan Menteri Koordinator Perekonomian, jadi ini bukan soal BPH. Kementerian harus punya kesepakatan,” ujarnya. Mengontrol konsumsi pertalite;

Di sisi lain, Pemerintah telah mengindikasikan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Prinsip Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun 2025 akan mengendalikan konsumsi bahan bakar pertalite dan solar bersubsidi.

Dalam makalah tersebut, disebutkan bahwa rencana pemerintah untuk memantau secara adil subsidi dan kompensasi energi surya dan pertalite dapat dilaksanakan dengan mengendalikan kategori konsumen.

Pemerintah berdalih Solar dan Pertalite yang saat ini dijual di bawah harga komersial akan mengakibatkan APBN harus membayar kompensasi. Ketika konsumsi tenaga surya dan pertalite terus meningkat, beban pembayaran subsidi dan kompensasi akan ditanggung oleh sebagian besar rumah tangga kaya.

Di sisi lain, pemerintah memperkirakan permasalahan pencemaran udara akibat gas buang mobil berkisar 32-57%.

Oleh karena itu, pemerintah menilai perlu adanya kebijakan yang dapat mengendalikan konsumsi bahan bakar. dengan kontrol konsumen yang adil; Diperkirakan hal ini akan mengurangi konsumsi solar dan pertalite sebesar 17,8 juta kiloliter per tahun.

Selain itu, pemerintah juga berencana melakukan penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan domestik kelas atas golongan (R2 dan R3) dan golongan pemerintah (P1, P2, P3) sebesar 3.500 volt ampere (VA) ke atas. 

“Simulasi reformasi pasokan energi dan kompensasi secara keseluruhan diperkirakan mencapai efisiensi anggaran sebesar Rp67,1 triliun per tahun,” tulis pemerintah dalam dokumen KEM-PPKF 2025.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rencana pengendalian konsumsi bahan bakar bersubsidi masih menunggu keputusan DPR. Dia menjelaskan, pemerintah akan menyesuaikan atau menyediakan kembali kebutuhan energi pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto pada tahun depan, setelah melakukan pembicaraan dengan DPR.

“Tidak juga [pemotongan], nanti kita lihat, ini sikap yang sangat bagus, nanti kita lihat dari sudut pandang kelompok DPR, nanti kita akan memperketat posisi, kita akan membahasnya. ” , ujarnya kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan, Senin (27/5/2024).

Simak Google News dan berita serta artikel lainnya di WA Channel.