Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak menuju kenaikan mingguan selama dua minggu berturut-turut menyusul penurunan tajam suku bunga AS dan anjloknya stok global. Sementara itu, pelaku pasar terus mencermati peningkatan ketegangan di Timur Tengah.

Minyak mentah Brent turun 19 sen, atau 0,3%, menjadi $73,69 per barel, Reuters melaporkan. Secara mingguan, kenaikan harga minyak jenis ini tercatat sebesar 4,3%.

Sementara itu, minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) terlihat menguat, naik 6 sen menjadi $72,01 per barel, dengan kenaikan mingguan sebesar 4,8%.

Harga minyak global pulih setelah jatuh mendekati posisi terendah dalam tiga tahun pada 10 September. Sejak penurunan tersebut, harga minyak telah meningkat dalam lima dari tujuh perdagangan.

Pergerakan harga minyak didukung oleh tindakan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (Fed) yang pada Rabu lalu menurunkan suku bunganya sebesar setengah persentase poin. Pemotongan suku bunga biasanya meningkatkan aktivitas ekonomi dan permintaan energi, namun beberapa pihak melihat penurunan suku bunga yang besar sebagai tanda melemahnya pasar tenaga kerja AS.

Sementara itu, data pemerintah AS menunjukkan persediaan minyak negara tersebut turun ke level terendah dalam satu tahun pada minggu lalu. Sedangkan Negeri Paman Sam merupakan produsen minyak terbesar di dunia.

Kekurangan yang tidak biasa di pasar minyak sekitar 400.000 barel per hari (bph) akan mendukung harga minyak mentah Brent antara $70 dan $75 per barel pada kuartal berikutnya, kata analis Citi pada hari Kamis, namun menambahkan bahwa harga bisa turun pada tahun 2025.

Tim Snyder, kepala ekonom di Matador Economics, menambahkan bahwa harga minyak juga didorong oleh meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. 

Sementara itu, sebuah radio yang digunakan oleh kelompok bersenjata Lebanon Hizbullah meledak pada hari Rabu, menyusul ledakan serupa pada hari sebelumnya. Para pejabat keamanan mengatakan badan intelijen Israel Mossad bertanggung jawab, namun para pejabat Israel belum mengomentari serangan itu.

Lemahnya permintaan akibat perlambatan ekonomi Tiongkok telah membebani harga. Produksi kilang di Pandaland turun selama lima bulan di bulan Agustus. 

Selain itu, pertumbuhan produksi industri Tiongkok melambat ke level terendah dalam lima bulan pada bulan lalu, dan penjualan ritel serta harga rumah baru semakin melemah.

“Permintaan yang lambat karena melambatnya perekonomian Tiongkok membatasi kenaikan harga minyak,” kata Alex Hodes, analis minyak di broker StoneX.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel