Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto diminta mengambil kebijakan strategis untuk membendung badai PHK di industri tekstil. Hal ini menyusul kabar PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang mengajukan pailit.
Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan PHK terhadap pekerja tekstil bisa kembali terjadi jika pemerintah tidak memiliki kebijakan strategis untuk menyelamatkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
“Secara makro, badai PHK di industri TPT ini masih memiliki potensi, apalagi jika dilihat dari sisi pemerintah, kebijakan struktural belum cukup untuk mengatasi produktivitas di berbagai industri, termasuk tekstil,” kata Teuku kepada Bisnis. , Rabu (30/10/3034).
Ia menjelaskan, ada beberapa kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah untuk melindungi industri TPT. Misalnya dengan kebijakan yang mendorong masuknya investasi asing ke Indonesia.
Saat ini, Teuku menilai kebijakan investasi, khususnya penanaman modal asing (FDI) belum masif mendukung investor. Selain itu, peraturan perdagangan juga disebut relatif proteksionis.
Artinya, investor kurang percaya diri untuk membuka pabrik di Indonesia. Tanpa investasi asing atau FDI, saya kira produktivitas kita cukup terbatas karena daya saing kita terbatas, jelasnya.
Oleh karena itu, ia mengatakan agar industri nasional mampu bersaing dan produktif, pemerintah harus mengembangkan berbagai jenis hambatan investasi baik dari sisi regulasi maupun implementasi kebijakan.
“Tentu saja jika pemerintah bisa menerapkan kebijakan struktural secara masif,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan pemerintah ingin menjaga keberlangsungan industri tekstil lokal yang sedang kesulitan untuk menghindari PHK karena Sritex merupakan industri padat karya.
“Kemudian kami lihat beliau merasa tidak akan terjadi dan presiden meminta agar tidak ada pemotongan dan kami tidak akan membiarkan terjadinya pemotongan,” ujarnya, Selasa (29/10/2024).
Terkait pailitnya Sritex, dia menegaskan status perseroan saat ini masih dalam proses hukum sehingga pemerintah akan terus memantau langkah selanjutnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel