Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui produksi liquefied petroleum gas (LPG) dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu, Indonesia masih bergantung pada impor LPG.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM Laode Suleman mengatakan konsumsi LPG dalam negeri akan mencapai 8,8 juta ton pada tahun 2024, sedangkan produksi LPG hanya mencapai sekitar 2 juta ton.
“Sekarang [konsumsi] sudah mencapai 8 juta pada tahun 2024, sudah mencapai 8,8 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri 2 juta. Ini tantangan karena juga perlu disubsidi,” jelas Laode dalam acara FGD di Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Berdasarkan catatan Dunia Usaha, Pemerintah mengalokasikan total anggaran subsidi LPG 3kg sebesar Rp 87,4 triliun untuk tahun ini. Angka ini lebih tinggi dibandingkan anggaran subsidi energi lainnya. Lihat saja, anggaran subsidi beberapa jenis bahan bakar minyak (JBT) hanya dipatok sebesar Rp 25,8 triliun.
Untuk mengurangi beban subsidi, Laode mengatakan pemerintah ingin mendorong konversi penggunaan LPG 3kg ke jaringan gas rumah tangga (yargas).
“Kami berupaya keras mengembangkan jaringan pipa gas agar bisa menggantikan LPG yang ada saat ini. Tujuan kami adalah mengurangi impor besar-besaran,” ujarnya.
Di sisi lain, Kementerian ESDM baru-baru ini memastikan target pembangunan jaringan pipa gas untuk rumah tangga sebanyak 2,5 juta sambungan pada tahun ini akan gagal.
Badan Hilir Minyak dan Gas Bumi (Migas) mencatat, pencapaian pipa pada pertengahan tahun ini baru sekitar 900.000 sambungan rumah, atau bahkan belum separuh dari target yang dipatok hingga akhir tahun ini.
“Kalau targetnya 2,5 juta sambungan pada tahun 2025, maka ini masih pekerjaan rumah, angka itu tidak akan kita capai,” ujarnya pada Juni 2024.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel