Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah perusahaan asuransi yang tidak tertarik melanjutkan bisnis syariah mengubah portofolionya. Tindakan ini merupakan opsi yang tersedia untuk memenuhi tenggat waktu akhir pada akhir tahun 2026. 

Direktur Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Asuransi Syariah Erwin Noekman menilai rencana pengalihan portofolio tidak mudah dibandingkan harus mendirikan perusahaan baru.

Tantangan pertama, jelasnya, perusahaan sasaran harus memiliki produk serupa. Asuransi non-jiwa dinilai bisa lebih sederhana karena nilai polisnya sama.

“Tapi kalau asuransi jiwa, ini bisa jadi masalah. Misalnya tidak boleh PAYDI [produk asuransi terkait investasi] misalnya,” kata Erwin kepada Bisnis, dikutip baru-baru ini (26/9/2024).

Tantangan kedua dalam transfer portofolio, perusahaan target harus memiliki risk appetite yang sama. Tantangan ketiga adalah penyesuaian biaya asuransi syariah.

“Bisa jadi tarif di lokasi baru bisa lebih mahal, sehingga kebijakan lama tidak bisa diterima di sana, tidak bagus,” kata Erwin.

Kemudian tantangan keempat menurutnya adalah perhitungan server premiere yang bisa berbeda-beda. Server Premier adalah kewajiban perusahaan asuransi untuk membayar sejumlah uang yang harus disiapkan oleh perusahaan asuransi di kemudian hari.

“Jadi sebenarnya memindahkan portofolio tidak lebih mudah dibandingkan menetapkannya. Kedua-duanya merupakan pilihan yang sulit,” kata Erwin.

Saat ini, terdapat 41 perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi yang telah menyampaikan Rencana Kerja Unit Syariah Terpisah (RKPUS) ke OJK. Dari total tersebut, 29 UUS mendirikan perusahaan sendiri dan 12 UUS memilih transportasi.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel