Bisnis.com, JAKARTA – Himpunan Pedagang dan Pedagang Indonesia (Hippindo) prihatin dengan dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (TVA) menjadi 12% pada awal tahun 2025 yang membuat masyarakat harus membeli roti untuk kebutuhan sehari-hari. melakukan pembelian. .

Direktur Hippindo, Budihardjo Iduansjah mengatakan, jika tidak ada kepercayaan terhadap perekonomian, bukan berarti masyarakat akan membatasi daya belinya di masa depan. Selain itu, karena pajak 12% ini, harga produk akan naik.

Budi menjelaskan, harga barang akan mengalami kenaikan di semua lini, mulai dari pabrik, penjual, hingga produk yang diperkirakan naik 5 persen.

Berdasarkan datanya, jika PPN 12% diterapkan pada Januari 2025, penjualan diperkirakan turun 50% dibandingkan bulan sebelumnya (month-on-month/mtm). Sedangkan secara tahunan, penjualan mungkin turun 10-15% pada Januari 2025.

“Januari biasanya sebulan. Budi saat ditemui, Selasa, 19/11/2024, di Hotel Borobudur, Jakarta.

Budi mengatakan penurunan drastis ini disebabkan kurang stabilnya perekonomian.

“Jika tidak ada keamanan dan kepastian yang stabil, masyarakat akan mengurangi kebutuhan, itu yang kami takutkan. Karena produk harus terus berlanjut.”

Untuk itu, Budi meminta pemerintah menunda kenaikan PPN sebesar 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Menurut dia, pemerintah mungkin mempertimbangkan kenaikan PPN untuk mengantisipasi pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, lanjutnya, situasi pedagang saat ini masih negatif akibat prediksi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 dan serbuan Natal dan Tahun Baru (Nataru).

“PPN 12% sebaiknya ditunda, karena waktunya belum tepat. Kita lihat tahunnya [ditunda], siapa tahu tahun depan [2026], kalau [perekonomian] bagus bagus, bagus [naikkan ],” katanya.

Selain itu, Budi juga mengatakan niat pemerintah untuk menaikkan pajak pertambahan nilai menjadi 12% juga menimbulkan kegaduhan yang buruk.

“Ada rumor [tarif pajak pertambahan nilai] akan naik, tapi hal itu dibantah. Kalau pemerintah menyerah, semuanya akan aman, 5% [perekonomian] akan melihatnya,” jelasnya.

Budi mengatakan jika masyarakat melakukan aksi unjuk rasa, maka siklus perekonomian Indonesia akan berubah karena tidak adanya peredaran uang di masyarakat.

Dia juga mengatakan: Setiap orang harus mengeluarkan uang, setiap orang harus mengeluarkan uang, jika semua orang menabung, perekonomian tidak akan berjalan.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan (Kemenkeu) Sri Mulyani Indrawati telah memberikan sinyal tidak akan menunda penerapan tarif pajak 12% pada tahun depan.

Administrasi Negara menyatakan, sebenarnya ketentuan kenaikan pajak pertambahan nilai (TVA) sebesar 1 persen, yakni dari 11 persen menjadi 12 persen, tertuang dalam Pasal 7 Pasal 1 Undang-Undang Dasar 7 Tahun 2021 tentang Penyatuan Undang-Undang Perpajakan (UU HPP).

Sementara itu, DPR menyetujui dan ikut serta dalam pengesahan pasal yang ditandatangani pada 29 Oktober 2021 tersebut.

Menkeu menjelaskan: “Makanya kita berdiskusi dengan ibu-ibu di sini, sudah ada undang-undangnya, kita harus siapkan untuk diterapkan, tapi dengan penjelasan yang baik agar bisa kita lanjutkan.” Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024). 

Temukan lebih banyak berita dan artikel di Google Berita dan Jaringan WA