Bisnis.com, JAKARTA – PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex memastikan perseroan tetap menggaji 2.500 pekerjanya yang terkena PHK karena kekurangan bahan baku.

Hal itu diungkapkan Plt Presiden Sritex Ivan Setiawan Lukminto dalam jumpa pers bersama Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Rabu (13/11/2024).

“Kami tetap membayar mereka yang berlibur,” kata Ivan, Rabu (13/11/2024).

Selain itu, Ivan mengatakan ketersediaan bahan baku mungkin hanya cukup untuk tiga minggu ke depan. Dia memperkirakan jumlah pekerja yang terkena PHK akan terus bertambah kecuali penerima dan hakim pengawas memutuskan izin kelangsungan usaha. 

Ivan mengkhawatirkan potensi PHK di perusahaannya jika proses kasasi tidak berjalan seperti biasa. “Tanpa kesinambungan, akan ada ancaman PHK. Jadi jangan sampai menambah masalah,” ujarnya. 

Ivan juga menyayangkan perbedaan visi dan misi antara kurator dan manajemen Sritex. Menurutnya, para kurator hanya mengutamakan kebersihan tanpa mempertimbangkan keberlangsungan karya. Sementara itu, manajemen berharap ada kesinambungan pekerjaan sehingga tidak perlu ada PHK.

Untuk itu, Ivan berharap operasional perusahaannya dapat tetap berjalan seperti biasa sepanjang proses kasasi ini. Dengan demikian, karyawan yang terkena PHK bisa kembali bekerja seperti sedia kala. 

“Menjadi juri pembimbing dan kurator yang diharapkan dapat menunjang keberlangsungan usaha,” ujarnya. 

Dalam Catatan Bisnis, Menteri Perindustrian (Menteri) Agus Gumiwang Kartasasmita berpendapat ekspor produk Sritex harus dibuka untuk melindungi pasar luar negeri. Pasalnya, pabrik masih berproduksi untuk memenuhi pesanan pasar.

“Ini sebagai salah satu cara agar produk pemerintah dalam hal ini Bea dan Cukai bisa keluar negeri dan diekspor,” kata Agus kepada wartawan yang dikutip Selasa (29/10/2024). 

Menurut dia, langkah ini harus dilakukan agar karyawan Sritex tidak menjadi korban PHK. Sritex Group saat ini mempekerjakan 50.000 orang, menurut pernyataan manajemen Sritex.

Pemerintah saat ini sedang melakukan sejumlah upaya untuk memastikan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara ini terus memproduksi dan mempertahankan puluhan ribu pekerja yang dimilikinya saat ini.  

Fakta tersebut juga dibenarkan oleh Plt. Reni Yanita, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT), mengatakan Sritex masih beroperasi dengan produksi 65%, 40% lebih tinggi dari tingkat epidemi. 

“Sritex masih berproduksi dan utilisasinya 65%, jadi lain halnya kalau sudah tidak berproduksi lagi, komitmen dari pemilik tetap akan melindungi tenaga kerja,” kata Reni.  

Sementara Kementerian Perindustrian tengah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain untuk membekukan izin ekspor-impor pasca putusan pailit Sritex agar produk TPT dari pabriknya tetap bisa terserap. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel