Bisnis.com, JAKARTA – Emiten Tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga (PN) di Semarang. Saham SRIL dikunci BEI di bursa selama kurang lebih 41 bulan. 

Penghentian sementara atau penghentian sementara perdagangan saham Sritex diberlakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) efektif 18 Mei 2021. BEI menerapkan suspensi tersebut karena SRIL gagal membayar bunga surat utang tersebut.

Penundaan tersebut mengacu pada nomor email PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). KSEI-3657/DIR/0521 tanggal 17 Mei 2021 untuk penundaan pembayaran pokok dan bunga MTN SRITEX TAHAP III 2018 tahun ke-6 (keenam) (USD-SRIL01X3MF). 

“Demi menjaga ketertiban perdagangan efek, Bursa Efek Indonesia memutuskan untuk menghentikan sementara perdagangan saham SRIL di seluruh pasar terhitung sejak sesi pertama perdagangan efek pada tanggal 18 Mei 2021 sampai dengan adanya pengumuman lebih lanjut dari bursa. Pernyataan BEI kemudian ditandatangani oleh Kepala Bagian Penilaian Ketiga BEI, Goclas Tambunan, dan Kepala Bagian Aturan dan Operasional Perdagangan BEI, Irwan Susandi.

Sejak itu, saham SRIL turun Rp 146. Dengan demikian, suspensi saham SRIL berlangsung selama 41 bulan atau 3 tahun 5 bulan. 

Sritex tercatat di BEI pada 17 Juni 2013. Saham Sritex diterbitkan dalam penawaran umum perdana senilai US$135 juta dengan harga Rp 240 per saham.

Saham Sritex naik di atas Rp 495 di bursa pada 30 Juli 2015 dan 6 Maret 2017.

Apalagi sejak Maret 2017, saham SRIL turun perlahan, lalu mulai 26 Juli 2019 turun lagi dan akhirnya menetap di Rp 146 karena dibekukan BEI pada 18 Mei 2021. Dengan harga saham Rp146, kapitalisasi pasar SRIL sebesar Rp2,99 triliun.

Karena gangguan bisnis yang berkepanjangan dan risiko terhadap kelangsungan usaha, BEI Sritex telah menerbitkan peringkat risiko delisting atau delisting pada saham Sritex sebanyak enam kali. Terakhir, pada 20 November 2023, diumumkan mengenai potensi delisting SRIL yang bertepatan dengan pembekuan saham SRIL selama 30 bulan. 

Berdasarkan pengumuman tersebut, BEI mengajukan ketentuan delisting. Ketentuan penghapusan pencatatan mengacu pada Peraturan Bursa N.II-I tentang penghapusan pencatatan dan pencatatan kembali saham di Bursa. Berdasarkan putusan tersebut, BEI dapat melakukan delisting saham suatu perusahaan tercatat apabila memenuhi dua syarat. 

Pertama, klausul III.3.1.1 mengatur bahwa BEI dapat melakukan delisting saham apabila terjadi kondisi atau peristiwa pada perusahaan tercatat yang mempunyai dampak merugikan secara material terhadap kelangsungan usaha, keuangan atau hukum, atau terhadap status kelanjutan perusahaan tercatat: Publik perusahaan dan emiten mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang memadai.

Kedua, pasal III.3.1.2 menyatakan bahwa BEI dapat mengecualikan saham suatu perusahaan tercatat karena terhentinya aktivitasnya di pasar reguler dan pasar tunai setidaknya selama 24 bulan terakhir. 

Seperti diberitakan Bisnis, Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Ekonomi Semarang berdasarkan putusan Nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

Pemohon dalam perkara ini adalah PT Indo Bharta Rayon dan tergugat adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.