Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya akan mengambil langkah penerbitan utang baru bernama refinancing untuk melunasi utang yang jatuh tempo pada 2025.
Secara profil utang negara, jatuh temponya sebesar Rp 800,33 triliun. Ini termasuk jatuh tempo pembagian beban Bank Indonesia sebesar Rp 100 triliun.
Sri Mulyani berharap pemerintah mampu melunasi utang-utang yang ada melalui refinancing. Namun terkait waktu penerbitan, denominasi, dan jenis Surat Berharga Negara (SBN), pemerintah masih campur aduk.
“Kita sedang menyusun strategi pembiayaan. Untuk itu kita juga duduk bersama BI, kalau jumlah yang harus dibayar ditambah dengan tambahan defisit, kita lihat nanti kita keluarkan di dalam negeri berapa dan di luar negeri berapa,” ucapnya. dikutip pada Jumat (15 November 2024).
Pemerintah mengambil langkah tersebut karena cukup banyak yang menunggu untuk menerbitkan surat utang milik pemerintah Indonesia selama investor yakin APBN stabil dan kredibel.
Saat ini, kata Sri Mulyani, investor pemegang SBN yang akan jatuh tempo lebih memilih untuk melakukan roll over atau menebus SBN tersebut dibandingkan mencairkannya.
“Kecenderungan [investor] mereka adalah menunggu kami merilis sesuatu yang baru, lalu mereka akan melakukan rollover. Itu kalau mereka percaya pada APBN dan pengelolaan keuangan negara, jelasnya.
Aksi pembagian beban antara pemerintah dan bank sentral tercatat sebesar Rp836,56 triliun, dimana Bank Indonesia membeli surat utang pemerintah di pasar perdana untuk menstabilkan sistem keuangan dan mendanai APBN di masa pandemi Covid-19.
Faktanya, Bank Indonesia (BI) dilarang membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana. Namun melalui kebijakan pembagian beban –istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo – BI bisa langsung membeli surat utang untuk membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19.
Dana yang masuk dalam APBN saat itu digunakan sebagai sumber dana program penanganan Covid-19 dan pemulihan perekonomian nasional (PC-PEN). Skema pembagian beban seperti SKB II yang baru berlaku efektif pada tahun 2020, telah diterbitkan sebesar Rp397,56 triliun untuk barang publik.
Penerbitan SBN berdasarkan SKB III yang ditujukan untuk kontribusi sektor kesehatan dan kemanusiaan mencapai Rp 215 triliun pada tahun 2021 dan Rp 224 triliun pada tahun 2022.
Total utang tersebut dimulai pada tahun 2025 (Rp 100 triliun), 2026 (Rp 154,5 triliun), 2027 (Rp 210,5 triliun), 2028 (Rp 208,06 triliun), 2029 (Rp 107,5 triliun), dan 2029 triliun (Rp 107,5 triliun).
Pilihan terbaik
Ekonom United Overseas Bank Limited (UOB) Enrico Tanuwidjaja mengatakan refinancing saat ini merupakan pilihan terbaik mengingat kondisi pasar keuangan global, regional, dan domestik.
“Partisipasi investor dalam putaran ini adalah yang terbaik. Saya yakin banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam pilihan yang akan diambil Kementerian Keuangan, termasuk BI,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip Jumat (15/11/2021). 2024).
Dengan terbitnya utang baru, maka surat utang tersebut akan dialihkan ke tangan Bank Indonesia ke berbagai pihak, termasuk investor asing.
Mantan Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede bahwa cara ini dapat memperpanjang profil jatuh tempo utang sehingga memberikan lebih banyak peluang bagi pemerintah untuk membayar di masa depan.
Meski demikian, Josua mengingatkan opsi refinancing dapat menambah beban pembayaran bunga, apalagi jika penerbitannya dilakukan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibandingkan beban bunga sisa utang.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa suku bunga tertentu menarik bagi investor namun tetap dalam batas fiskal yang sehat.
Meski ada opsi lain seperti debt swap, peningkatan penerimaan pajak untuk melunasi utang, atau penggunaan cadangan APBN, namun pemerintah harus mempertimbangkan stabilitas fiskal.
“Pada akhirnya, pendekatan terbaik harus mempertimbangkan stabilitas keuangan, keberlanjutan utang, serta dampaknya terhadap pasar modal, termasuk dampaknya terhadap peringkat kredit pemerintah dan kepercayaan investor,” ujarnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel