Bisnis.com, JAKARTA – PT Asuransi Perisai Listrik Nasional (PLN Insurance) menyambut baik pembahasan asuransi wajib bagi pengendara dan pengendara yang rencananya akan diterapkan pada tahun depan. Ke depan, pengendara dan pengendara wajib memiliki Asuransi Tanggung Jawab Pihak Ketiga (TPL). Asuransi ini memberikan perlindungan atau santunan kepada pihak ketiga yang terluka akibat kecelakaan yang disebabkan oleh kendaraan yang diasuransikan.

CEO Asuransi PLN, Moch. Hirmas Fuady menyatakan jika asuransi diperlukan maka peluang pertumbuhan bisnis asuransi akan semakin besar. Namun dia mengatakan pihaknya masih menunggu peraturan resmi mengenai penerapan asuransi wajib tersebut.

“Tinggal peraturan pemerintah apakah akan diserahkan kepada industri asuransi atau BUMN [badan usaha milik negara],” kata Hirmas usai konferensi AAUI di Aula Maipark, Rabu (24/7/2024).

Himas berharap seluruh pelaku industri asuransi dapat mengikuti praktik asuransi wajib ini. Menurutnya, peraturan yang berlaku dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Namun semua itu tergantung pada peraturan yang akan diterapkan pemerintah. PLN Insurance sendiri siap melihat peluang besar dari perbincangan ini.

“Kami siap menyambutnya. Sebab jumlah kendaraannya tidak hanya roda empat, tapi juga roda dua. “Ini banyak,” katanya.

Hirmas juga menyebutkan, Asuransi PLN sudah memiliki produk asuransi TPL untuk kendaraan, meski segmennya masih kecil karena pemanfaatannya yang kurang luas.

Berdasarkan laporan keuangan tahun 2023 yang dilansir dari situs resmi Asuransi PLN, perseroan mencatatkan pendapatan premi sebesar Rp 824 miliar, meningkat 33,85% secara tahunan (year-on-year) dibandingkan Rp 616,2 ribu pada tahun 2023 2022. Dari sisi laba investasi, Asuransi PLN mencatatkan peningkatan sebesar 78,1% menjadi Rp 12,7 miliar pada tahun 2022 dari sebelumnya Rp 7,1 miliar.

Asuransi PLN mencatatkan laba setelah pajak sebesar Rp 57,49 miliar, naik 3,4% dari tahun 2022 sebesar Rp 55,6 miliar. Sedangkan pinjaman dengan jaminan turun menjadi Rp1,39 triliun dari Rp1,42 triliun pada tahun 2022.

Total modal perseroan mencapai Rp 1,75 triliun, naik dari Rp 1,73 triliun pada 2022. Peringkat kesehatan perusahaan yang diukur dengan Risk Based Capital (RBC) akan mencapai 204% pada tahun 2023, turun sedikit dari 208% pada tahun 2022, namun masih lebih tinggi. Batasan yang ditetapkan OJK adalah 120%.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel