Bisnis.com, PURWAKARTA – Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata di Jawa Barat, selain menjaga ketahanan air, juga berupaya mengoptimalkan penggunaan sumber daya alternatif untuk menopang masyarakat setempat.
TPA Cirata telah melayani warga wilayah Purwakarta, Bandung Barat, dan Cianjur selama lebih dari 3 dekade. Dengan total kapasitas 1.008 megawatt (MW), PLTA Cirata juga menjadi puncak sistem interkoneksi ketenagalistrikan di pulau Jawa, Madura, dan Bali.
Mengingat pentingnya peran tersebut, Manajer Operasional PLTA Cirata Prihanto Budi mengatakan kliennya terus beradaptasi dengan perubahan zaman, termasuk menghadapi tantangan baru yang muncul. Hal ini terkait dengan fungsi irigasi dan pengendalian banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
“Kalau kembali ke fungsi waduk, yang terpenting sebenarnya perlindungan banjir dan irigasi. “Hal ini untuk menjaga ketersediaan air, terutama untuk mengendalikan musim kemarau yang berkepanjangan,” ujarnya kepada Tim Pengusaha Indonesia Jelajah Tirta Nusantara 2024 di kantor PLN NP UP Cirata, Kabupaten Purwakarta, Senin (13/05/2024). .
PLTA Cirata tidak sendirian dalam tugas ini. Menurut Prihant, kelompoknya sama dengan dua waduk lain di sepanjang DAS Citarum, yakni PLTA Saguling yang terletak di wilayah Bandung Barat dan PLTA Jatiluhur yang juga terletak di Provinsi Purwakarta.
Ketiga PLTA tersebut terhubung dalam sistem kaskade, dengan PLTA Saguling berada pada level tertinggi (hulu) dan PLTA Jatiluhur berada pada level terendah (hilir). Isu-isu penting, seperti pengaturan pembuangan air, secara rutin dibahas oleh ketiga pengelola waduk.
“Berkat koordinasi BBWS Citarum [Balai Kawasan Sungai], kami bekerja sama dengan tiga pengelola waduk setiap bulannya. Karena berkaitan dengan model air terjun. Keluarnya air dari Saguling, Cirata dan Jatiluhur akan menghasilkan listrik. “Makanya produksinya diatur,” tambah Prihanto.
Mengantisipasi krisis
Koordinasi dilakukan tidak hanya pada fungsi sehari-hari, namun juga untuk mengantisipasi potensi krisis. Prihanto mencontohkan fenomena cuaca ekstrem El Nino yang belakangan melanda Indonesia.
Ia mengatakan, dalam beberapa tahun ke depan, kejadian cuaca ekstrem seperti El Nino akan menjadi siklus 3-4 tahunan. Dalam hal ini, kliennya juga mencakup Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang secara rutin melakukan koordinasi untuk memberikan masukan teknis.
“Selanjutnya pemangku kepentingan BMKG menghadiri rapat pengurus ketiga waduk tersebut sebagai pemerhati prakiraan cuaca. “Bersama BRIN, kami juga memperkenalkan teknik modifikasi cuaca [TMC] untuk pesawat model dan GBG [generator berbasis darat],” lanjutnya.
Berdasarkan data Bisnis, metode GBG menggunakan pusat erupsi yang mengandung komponen penyemaian awan sebagai teknik modifikasi cuaca. Perubahan awan tersebut diharapkan dapat meningkatkan curah hujan dan meningkatkan penarikan air yang tersimpan di reservoir.
Meski ketinggian air melebihi batas normal, Prihanto memastikan masih terkendali dan bisa dijadikan listrik. Pasalnya PLTA Cirata memiliki sistem peringatan berdasarkan status ketinggian air.
“Dengan berkomunikasi dengan P2B [pusat pengelolaan kargo], dijamin tidak akan pernah ada kelebihan atau istilahnya air limbah ya? “Karena kalau kita kerjakan dengan satu unit [generator], aliran yang keluar mencapai 123 meter kubik per detik,” jelasnya.
Mengacu pada ekspektasi krisis perubahan iklim jangka panjang, Prihanto mengatakan pengoperasian PLTA Cirata sejalan dengan target net zero emisi pemerintah. Menurutnya, PLTA bisa berkontribusi banyak dengan biaya produksi yang rendah.
Lindungi air, lindungi masyarakat
Upaya yang dilakukan PLTA Cirata pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Prihanto memastikan kliennya bisa memberikan yang terbaik dalam beberapa hal terkait menjaga kualitas air.
“Kualitas air diperiksa setiap triwulan oleh laboratorium independen. Kualitas air saat ini berada pada zona aman,” ujarnya.
Kliennya juga rutin membersihkan air dari hama seperti eceng gondok. Pembangkit listrik tenaga air Cirata dilengkapi dengan seperangkat bendungan dan layanan perlindungan lingkungan untuk pengumpulan bunga lili air yang jumlahnya setiap hari bisa mencapai satu ton.
Tantangan lainnya, menurut Prihant, adalah mengendalikan keramba jaring apung (FNAC) milik masyarakat lokal untuk budidaya ikan. Gubernur Jawa Barat telah mengeluarkan peraturan pembatasan jumlah KJA di Waduk Cirata karena bahan kimia yang digunakan dalam pakan ikan dapat mempengaruhi kualitas air.
“Untuk mencegah hal tersebut terjadi, kami bekerja sama dengan Sektor 12 Citarum Harum untuk mengatur NAB yang sudah melebihi kapasitas yang diperbolehkan berdasarkan peraturan gubernur,” jelasnya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kliennya membagi tangki Cirata menjadi dua zona, yakni zona bahaya dan zona aktivitas. Tempat sampah atau kubus apung ditempatkan pada bagian waduk yang mendekati wilayah Kabupaten Cianjur untuk menandai batas antara kedua zona tersebut.
“[Area] sebelum booming sampah diperbolehkan sebagai area aktivitas masyarakat. “Ada kolam jaring apung yang digunakan masyarakat untuk menangkap ikan,” tutup Prihanto.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel