Bisnis.com, JAKARTA – Para emiten batu bara menyusun strategi mengantisipasi cuaca hujan akibat La Nina yang berdampak pada operasional pertambangan. Di sisi lain, memanasnya harga acuan karbon menjadi katalis positif di penghujung tahun. 

Sejumlah emiten batu bara, seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO), PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) dan PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS) memberikan komentar mengenai peningkatan HBA dan risiko dampak La Nina.

Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Niko Chandra menjelaskan, pihaknya optimistis mampu mempertahankan kinerja positif, sesuai target hingga akhir tahun 2024.

“Perusahaan juga telah menyiapkan langkah-langkah strategis untuk menjaga kinerja dan memitigasi kondisi pasar yang berfluktuasi,” kata Niko, Senin (23/9/2024).

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Golden Energy Mines Sudin mengatakan kenaikan harga referensi batu bara tentunya akan berdampak positif terhadap kinerja GEMS.

“Meningkatnya HBA tentu berdampak positif terhadap kinerja GEMS. Saya berharap harga batubara yang baik bisa bertahan hingga akhir tahun,” kata Sudin, Senin (23/9/2024).

Tahun ini GEMS menargetkan produksi batu bara sebanyak 50 juta ton, dari produksi saat ini pada 2023 sebesar 40 juta ton.

Faktor Cuaca Basah yang Mempengaruhi Operasional

PTBA juga telah menyiapkan strategi untuk menghadapi fenomena cuaca La Nina yang menyebabkan hujan lebih banyak.

Niko Chandra menjelaskan, PTBA berupaya untuk tetap agile dan responsif dalam menghadapi kondisi eksternal, termasuk perubahan iklim seperti La Nina.

“PTBA mengoptimalkan volume produksi melalui perencanaan tahapan penambangan yang cermat dan terukur,” kata Niko.

PTBA juga memastikan memiliki cadangan batubara yang memadai. Hal ini dapat menjamin pasokan batu bara ke pasar.

Seperti diketahui, pada tahun 2024, PTBA menargetkan produksi batu bara sebanyak 41,3 juta ton, penjualan 43,1 juta ton, dan pengangkutan 33,7 juta ton.

Dari sisi penjualan, PTBA mencatatkan volume penjualan batu bara pada semester I/2024 sebesar 20,05 juta ton atau meningkat 15% YoY.

Sementara itu, Head of Corporate Communication Adaro Energy Indonesia Febriati Nadira menjelaskan, faktor cuaca merupakan hal yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. 

“Langkah antisipasi yang kami lakukan terhadap risiko iklim antara lain memperkuat rantai pasokan untuk mengatasi kondisi cuaca buruk,” kata Nadira, Senin (23/9/2024). 

Selain itu, lanjut Nadira, ADRO juga tetap fokus pada segala hal yang bisa dikendalikan perusahaan. Hal ini mencakup pengendalian operasional untuk menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan efisiensi biaya. 

Menurutnya, keunggulan operasional dan efisiensi biaya menjadi hal yang diperhatikan ADRO.

Nadira pun memastikan operasional ADRO saat ini berjalan lancar. ADRO juga terus menjalankan kegiatan operasional sesuai rencana di tambang perseroan, dengan penekanan pada menjaga margin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan. 

Sebagai informasi, ADRO menargetkan volume penjualan batu bara sebesar 65 juta ton hingga 67 juta ton pada tahun ini. Penjualan tersebut mencakup 61 juta ton hingga 62 juta ton batubara termal, dan 4,9 juta ton hingga 5,4 juta ton batubara metalurgi dari anak usahanya, PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR).

Hingga semester I/2024, ADRO mencatat produksi batu bara sebesar 35,74 juta ton atau meningkat 7% dibandingkan periode yang sama tahun 2023 sebesar 33,41 juta ton. 

Sejalan dengan peningkatan produksi tersebut, penjualan batu bara ADRO pun meningkat menjadi 34,94 juta ton, meningkat 7% dibandingkan semester I 2023 sebesar 32,62 juta ton.

Untuk penjualan batubara metalurgi ADRO melalui PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR) meningkat 43% menjadi 2,59 juta ton pada semester I/2024. 

Secara terpisah, Sekretaris Perusahaan PT United Tractors Tbk. (UNTR) Sara K Loebis menjelaskan, UNTR biasanya mempunyai rencana terkait musim hujan yang biasanya terjadi pada triwulan terakhir dan triwulan pertama.

“Pada musim kemarau, produksi umumnya kami tingkatkan agar lebih cepat mencapai titik tertentu,” kata Sara di Astra Media Day, Rabu (18/9/2024).

Dikatakannya, hal ini untuk mengantisipasi pekerjaan yang dimulai di lereng saat musim hujan karena lokasi tambang licin dan pergerakan alat berat lebih sulit.

Sara juga mengatakan, UNTR mengantisipasi La Nina dengan menyiapkan infrastruktur pendukung seperti rutin pembangunan jalan pertambangan.

Meski cukup menantang, Sara mengatakan musim hujan meningkatkan tinggi muka air sungai sehingga memudahkan UNTR dalam mengangkut batu bara.

“Positifnya, soal penjualan batu bara, di Kalimantan ke arah tengah, harus dikirim ke selatan sejauh 400 kilometer. Kalau kemarau, sungainya agak dalam, kalau hujan kita bisa lewat. ,” kata Sara.

Hingga semester I/2024, anak usaha UNTR bidang pertambangan batu bara Pamapersada Nusantara (PAMA) merealisasikan volume produksi batu bara sebesar 69,6 juta ton. Volume produksi batu bara dari tambang pelanggan PAMA meningkat 17,96% secara tahunan dari 59 juta ton dalam 6 bulan tahun 2023.

Di sisi lain, volume pengupasan lapisan penutup (OB) PAMA juga meningkat dari 521,3 juta bank kubik meter (bcm) menjadi 589,9 juta bcm. Jumlah tersebut sudah termasuk akumulasi volume OB Juni sebesar 99,8 juta bcm dan produksi batu bara Juni 2024 yang tercatat 12,5 juta ton.

Sementara Grup Bakrie dan Grup Salim emiten batu bara patungan PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) meyakini fenomena La Nina tidak akan mengganggu produksi batubara BUMI.

“Tidak ada perubahan pada target volume produksi batubara kami pada tahun 2024 sebesar 78-82 juta ton,” kata Direktur BUMI Dileep Srivastava.

Terkait paruh pertama tahun 2024, Srivastava menyebutkan BUMI memproduksi 37,7 juta ton batu bara, meningkat 7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 35,4 juta ton.

Srivastava juga mengungkapkan jika cuaca cukup mendukung pada semester II/2024, BUMI bisa meningkatkan produksi batu bara perseroan.

“Tapi tentu saja tergantung permintaan pasar,” kata Srivastava.

Rekomendasi Peningkatan Faktor dan Penyimpanan HBA

Kementerian ESDM menetapkan harga acuan batu bara (HBA) pada September 2024 naik menjadi US$ 125,15 per ton untuk 6.322 kkal/kg GAR dengan kadar air total 12,26%, sulfur 0,66%, dan abu 7,94. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan HBA Agustus sebesar $115,29 AS per ton.

Di pasar global, harga batu bara Newcastle hingga Jumat (20/9) mencapai US$ 139 per ton. Harga tersebut pulih setelah pekan lalu mencapai level terendah sejak 22 Maret 2024 di angka US$132,25 per ton.

Namun para penghasil karbon menghadapi tantangan iklim yang cenderung basah. Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan dan Akbar Hidayat dalam laporannya menyatakan pada Agustus 2024 produksi batu bara Indonesia mencapai 540 juta ton, meningkat 3,4% year-on-year (YoY) dan mencapai 59% dari target RKAB dan 76 .% dari target ESDM.

“Hujan lebat yang diperkirakan terjadi di Sumatera dan Kalimantan menurunkan produksi sehingga tidak sesuai estimasi kami untuk produksi Agustus yang lebih kuat,” jelasnya dalam publikasi riset, Selasa (24/9/2024).

Pihaknya mempertahankan perkiraan produksi batu bara tahun ini di kisaran 780 juta-830 juta ton, naik tipis 1,5%-7,4% YoY, karena curah hujan di bulan Oktober dan November. Produksi pada kuartal ketiga tahun 2024 mungkin lebih lambat dari perkiraan sebelumnya.

Dari segi harga, harga referensi batu bara Newcastle rata-rata US$ 134 per ton mulai 8 bulan pertama tahun 2024. Pada Agustus 2024, harga akan naik 8% secara bulanan (MoM) menjadi US$ 146, dari Amerika Serikat. $135 pada bulan Juli 2024, terutama disebabkan oleh faktor musiman, yaitu perkiraan permintaan energi yang lebih tinggi selama musim dingin.

Secara keseluruhan, Mirae mempertahankan perkiraan harga batubara Newcastle pada tahun 2024 pada kisaran US$130-140 per ton. Mirae cenderung netral terhadap sektor batubara dengan merekomendasikan saham ADRO ditahan dengan target Rp 3.650, ITMG ditahan di Rp 25.500, dan PTBA dijual dengan target Rp 2.500.

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang diakibatkan oleh keputusan investasi pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel