Bisnis.com, JAKARTA — Kontroversi komposisi pemegang saham hanya terfokus pada empat grup yang telah membubarkan PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) menguat di indeks FTSE. Lantas, apa yang akan terjadi pada lebih dari 16.000 investor kecil di BREN di tengah jatuhnya harga saham perusahaan induk panas bumi tersebut? 

Keputusan FTSE Russell terkait revisi indeks FTSE Large Cap Indonesia menjadi pertimbangan utama yang mempengaruhi pergerakan saham BREN selama 4 bulan terakhir. 

Di penghujung Mei 2024, saham BREN mengalami euforia setelah FTSE Russell mengumumkan saham BREN masuk dalam indeks resmi sektor kapitalisasi besar periode Juni 2024. BREN merangkak hingga mencapai level Rp 11.250 di akhir perdagangan pada tanggal 22 Mei 2024. 

Namun apresiasi saham BREN terhenti setelah Bank Indonesia (BEI) mengeluarkan larangan atas saham BREN selama dua hari mulai 22 Mei 2024. Setelah itu, BREN dicatatkan oleh Bursa Efek Indonesia di Badan Pengawasan Khusus (PPK). . . ) dan agen real estat (FCA). 

Keputusan BEI merupakan produk jangka panjang. FTSE Russell memutuskan untuk menunda masuknya saham BREN ke dalam indeks FTSE. 

Keputusan tersebut diumumkan FTSE Russell melalui pengumuman resmi pada awal Juni 2024. Dalam pengumuman tersebut, FTSE akan mengkaji apakah aturan BEI untuk PPK dan mekanisme FCA akan dimasukkan sebagai bagian dari aturan inti indeks. 

“Menunggu tinjauan efektivitas oleh dewan pemantau khusus, FTSE Russell akan menunda siklus tinjauan indeks berikutnya hingga pemberitahuan lebih lanjut,” kata FTSE Russell.

Hasilnya dapat diprediksi. Kombinasi pandangan negatif dari FCA dan FTSE membuat saham BREN ‘jatuh bebas’. 

BREN tercatat mencapai level Rp 6.050 per saham pada 7 Juni 2024. Saat itu, BREN turun 46,22% dari level tertinggi Rp 11.250 per saham. 

Pada 23 Agustus 2024, FTSE kembali mencuri perhatian investor setelah mengumumkan perubahan konstituen Indeks FTSE Global Equity Indonesia berdasarkan review tahunan pada September 2024.

Selain itu, saham BREN juga masuk dalam indeks FTSE Large Cap Indonesia. Keputusan tersebut berlaku efektif mulai 23 September 2024. Saat ini BREN bukan satu-satunya karena saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) indeks berisi referensi bagi investor internasional. 

Rekor Harga Saham BREN

Euforia pun menyelimuti saham BREN. Hingga BREN mencapai level harga tertinggi sepanjang masa (all-time high/ATH) di Rp 11.900 per saham pada penutupan perdagangan Rabu (11/9/2024). 

Namun reli saham BREN berakhir setelah FTSE Russell mengeluarkan saham BREN dari FTSE Global All Cap Index melalui pengumuman resmi pada 19 September 2024. 

Sementara itu, FTSE mempertanyakan struktur pemegang saham BREN yang tidak mematuhi aturan ‘Free Float Restriction’ yang dibuat oleh lembaga keuangan yang terkait dengan London Stock Exchange Group (LSEG). 

“BREN akan dikeluarkan dari indeks FTSE Russell karena empat pemegang saham menguasai 97% dari total saham yang diterbitkan Barito Renewables Energy,” demikian pengumuman FTSE. 

Analisis ini juga didasarkan pada ‘Kebijakan dan Pedoman Perhitungan Ulang FTSE Russell’ untuk menghindari konsentrasi berlebihan beberapa pemegang saham pada saham-saham yang termasuk dalam komponen indeks FTSE. Sedangkan penghapusan saham BREN dari indeks FTSE berlaku mulai 25 September 2024. 

Merujuk pada edisi 2.9 ‘Saham Ekuitas Bebas’ edisi Agustus 2024, FTSE memuat ketentuan terkait batas maksimal kepemilikan saham bagi satu pemegang saham sebesar 30%. 

“Dana, seperti dana pensiun, dana asuransi, atau perusahaan investasi, umumnya tidak dianggap obligasi. Namun, jika suatu dana memiliki 30% atau lebih, itu dianggap sebagai strategi, sehingga saham tetap dibatasi hingga kepemilikannya turun di bawah 30%.

Pelaku pasar juga bereaksi negatif terhadap keputusan FTSE menjual saham BREN. Saham BREN melemah selama dua hari hingga mencapai batas auto resistance (ARB). 

Saham BREN turun 19,95% ke Rp 8.825 pada 20 September 2024 dan terus terpuruk dengan pelemahan 19,83% ke Rp 7.075 pada Senin (23/9/2024). 

Manajemen BREN Mengubah Bahasa

Manajemen BREN buka suara terhadap kabar terkini dari FTSE. Direktur sekaligus Sekretaris BREN Merly mengatakan saat ini mayoritas saham BREN dikuasai oleh empat pemegang saham utama, PT Barito Pacific Tbk. (BRPT), Green Era Energy Pte Ltd (GE), Jupiter Tiger Holdings, dan Prime Hill Funds.

Dia menjelaskan, keempat pemegang saham tersebut sudah hadir sejak penawaran umum perdana (IPO).

Meski demikian, Merly menjelaskan persentase kepemilikan saham BREN berbeda-beda antar keempat pemegang saham. Saat IPO, keempatnya menguasai 97% saham BREN. Namun telah terjadi perubahan dan kini tercatat 95,97%.

Untuk informasi lebih lanjut, PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) memiliki 64,6% saham BREN dan Green Era Energy Pte Ltd (GE) memiliki 23,6%. Porsi kepemilikan kedua pemegang saham tersebut tidak berubah sejak IPO hingga saat ini.

Di sisi lain, persentase perubahan kepemilikan saham terjadi pada Jupiter Tiger Holdings dari 4,36% menjadi 3,94% dan Prime Funds dari 4,36% menjadi 3,76%.

Untuk lebih jelasnya, Barito Pacific merupakan perusahaan milik kawanan Prajogo Pangestu. BRPT menjalankan usaha di bidang minyak, energi, material dan sektor lainnya. 

BRPT mengelola bisnis minyak melalui PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA), salah satu propertinya dikelola oleh PT Griya Idola. Dengan memegang 64,67% saham, Barito Pacific menjadi pemegang saham resmi BREN. 

Untuk tiga dolar, Green Era Pte. Ltd. juga terkait dengan Prajogo Pangestu. Menurut catatan Bisnis, Green Era Pte Ltd. menjual 33,33% saham Star Energy Group Holding Pte Ltd di BCPG Thailand pada 10 Maret 2022.

Saat ini, sebagian saham BREN yang dimiliki oleh Jupiter Tiger Holdings dan Prime Hill Funds berada dalam bentuk saham bebas sesuai aturan Bursa Efek India. Sejak IPO, Merly mengatakan saham free float BREN masih stabil di level 11,73%. 

Namun, jumlah pemegang saham BREN yang mengambang bebas terus meningkat selama 8 bulan terakhir. Merujuk data Kantor Manajemen Keamanan PT Datindo Entrycom, jumlah pemegang saham BREN kurang dari 5% dan mencapai 28.313 unit pada Januari 2024. 

Jumlahnya menurun menjadi hanya 11.706 unit pada Mei 2024. Selain itu, pemegang saham minoritas BREN mencapai 14.945 unit pada Juni 2024, 21.572 unit pada Juli 2024, dan 16.401 grup pada Agustus 2024. 

Para pihak memperoleh 15.694.413.334 saham BREN atau setara dengan 11,73% dari total modal ditempatkan dan disetor BREN. 

Namun jumlah tersebut sudah termasuk saham BREN milik Jupiter Tiger Holdings sebesar 3,94% dan Premier Hill Funds sebesar 3,76%. Artinya, sisa 4,03% saham publik BREN dipegang oleh 16.399 pemegang saham minoritas lainnya. 

Tips untuk Pemilik Usaha Kecil BREN

Jadi, apa yang akan terjadi pada lebih dari 16,000 investor kecil BREN yang mengalami krisis saham perusahaan induk Star Energy Geothermal? Bisnis menghubungi beberapa analis dengan pendapat dan rekomendasi berbeda. 

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer mengatakan, setelah penilaian FTSE Russell, saham BREN akan terkoreksi dalam jangka pendek.

Selain itu, kata Miftahul, opini negatif FTSE Russell juga berdampak pada pergerakan saham afiliasi Prajogo Pangestu lainnya, seperti PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN).

“Untuk saat ini rekomendasi pertama kami adalah wait and see untuk saham BREN,” kata Miftahul saat dihubungi Bisnis, Jumat (20/9/2024).

Terkait penilaian FTSE, Miftahul menilai pemegang saham pengelola dan mitra yang menguasai 97% total saham yang dikeluarkan BREN akan memperbaiki keuangan perseroan.

“Secara kepemilikan, FTSE menilai saham BREN undervalued,” kata Miftahul.

Sementara itu, Chief Market Advisor Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, masih ada ruang bullish buy pada saham BREN yang sempit pada penutupan perdagangan pekan ini.

“BREN sebaiknya dijual karena tertahan di channel support. Saat ini stop pointnya Rp 10.725,” kata Nafan saat dihubungi Bisnis.

Penafian: Informasi ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel