Bisnis.com, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Erlanga Hartarto mengatakan pemerintah akan menerapkan kebijakan proteksionis dan antidumping untuk menyelamatkan industri padat karya yang belakangan ini kehilangan lapangan kerja dan kerugian.

Diakui Airlangga, terdapat permasalahan pada industri yang membutuhkan tenaga kerja. Secara khusus, Irlandia menyoroti sektor tekstil.

“Ada beberapa standar sektor industri TPT, termasuk terkait proteksi dan antidumping yang dibahas antar menteri dan lembaga,” Erlanga di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (30/10). /2024).

Sebagai informasi, Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) No. 33/2011 menjelaskan bahwa tindakan protektif atau pengamanan perdagangan adalah tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mengganti kerugian yang besar atau mencegah resiko kerugian yang besar pada industri dalam negeri yang disebabkan oleh nilai barang impor.

Sedangkan Pasal 1 Ayat (1) PP No. 33/2011 menjelaskan bahwa pemberantasan sampah sembarangan merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dengan mengenakan pajak terhadap pembuangan sampah. Sedangkan barang dumping adalah barang yang diimpor dengan harga ekspor di bawah harga normal.

Oleh karena itu, dengan kerangka ini, diharapkan industri hulu, menengah, dan hilir dapat terlindungi dari persaingan tidak sehat,” kata Erlanga.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan pemerintah tidak ingin industri padat karya menghadapi permasalahan yang sistemik. Beberapa tahun lalu, lanjutnya, beberapa perusahaan berbasis tekstil mengajukan restrukturisasi.

Ia menegaskan, penataan ulang Kementerian Agama dengan cara baru merupakan salah satu solusi yang dilakukan pemerintah. Pada dasarnya, menurut Erlanga, pemerintah menggalakkan produksi industri padat karya.

“Yang penting adalah produksi ketika kita menghadapi persaingan global,” tutupnya.

Bahkan, pemerintah telah memperluas kebijakan penerapan Tindakan Perlindungan (BMTP) terhadap impor tekstil, karpet, dan produk tekstil berikat lainnya beberapa waktu lalu melalui Peraturan Menteri Keuangan No. (PMK) No. 3 tahun. 48/2024 dan PMK No. 49/2024.

Fabrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, menjelaskan pertumbuhan subsektor tekstil dan produk TPT belum kembali ke level sebelum pandemi akibat menurunnya permintaan pasar dalam dan luar negeri. Pada saat yang sama, industri tekstil mulai bersaing dengan luar negeri.

Untuk itu, Febrio akan mengurangi angkatan kerja di sektor TPT dari 3,98 juta orang pada tahun 2023 menjadi 3,87 juta orang pada tahun 2024. Pada saat yang sama, industri TPT Indonesia juga disebabkan oleh meningkatnya permasalahan dalam negeri, khususnya dari Tiongkok.

“Pemerintah akan terus memantau situasi dan memberikan solusi untuk memulihkan kelangsungan industri TPT dalam jangka panjang,” ujarnya, Kamis (8/8/2024).

Sementara nasib industri padat karya semakin jelas setelah PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) alias Sritex resmi diumumkan oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pekan lalu. Padahal, Sritex merupakan perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara.

Tak hanya itu, belakangan ini marak gelombang PHK di industri padat karya. BPJS Ketenagakerjaan misalnya, mengungkapkan sekitar 46.001 peserta dari sektor garmen dan tekstil tidak ikut karena PHK besar-besaran.

Direktur Eksekutif BPJS Ketenagakerjaan Angoro Eko Kahyo dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Selasa (2/7/2024) mengatakan, peserta aktif di banyak sektor seperti industri sandang dan tekstil mengalami penurunan. Dari Januari 2023 hingga Mei 2024.

Berdasarkan metode Angoro, peserta aktif sektor industri sandang mengalami penurunan sebesar 4,27 persen pada Januari 2023 hingga Mei 2024 atau sebanyak 24.996 peserta pada periode tersebut.

Dengan penurunan tersebut, peserta aktif di sektor ini tercatat sebanyak 559.869 peserta pada Mei 2024, dibandingkan data sebelumnya sebanyak 584.865 peserta pada Januari 2023.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan The Watch Channel