Bisnis.com, JAKARTA – Obligasi Negara (SBN) Sukuk Deposit ST013 pertama kali ditawarkan pada 8 November 2024 hingga 4 Desember 2024.

Berdasarkan laman Bank Mandiri pada Jumat 11 Agustus 2024, SBN jenis yang diterbitkan Pemerintah Indonesia tersebut tidak berdokumen, tidak dapat dijual di pasar sekunder, tidak dapat diubah, dan tidak dapat dipisahkan hingga jatuh tempo. Selama pemulihan.

ST013 memiliki dua seri, yaitu ST013-T2 dengan jangka waktu 2 tahun dan berakhir pada 10 November 2026, dan ST013-T4 dengan jangka waktu 4 tahun dan berakhir pada 10 November 2028.

Investor dapat memesan ST013 mulai dari minimal Rp 1 juta. Saat ini maksimal jumlah pemesanan ST013-T2 sebesar Rp 5 miliar dan ST013-T4 sebesar Rp 10 miliar.

Saat ini, pelampung lantai ST013-T2 dan ST013-T4 masing-masing sebesar 6,4% dan 6,5%.

Jenis kuponnya adalah mengambang dengan margin kecil (floating with a floor) dan didefinisikan dikaitkan dengan indeks, yaitu selisih suku bunga terhadap BI 7-day reverse repo rate.

Kupon ditetapkan pada 11 Februari, 11 Mei, 11 Agustus, dan 11 November setiap tahun. Frekuensi pembayaran kupon adalah 12 kali setahun hingga tanggal 10 setiap bulannya.

Saat ini tanggal pembayaran kupon pertama adalah 10 Januari 2025 sebagai kupon pendek. Bank Indonesia adalah agen yang membayar bonus/kupon dan pokok kepada investor.

Namun batas waktu pelunasan lebih awal atau early adalah antara tanggal 25 Oktober hingga 3 November 2024 untuk ST013-T2 dan Oktober 2026 untuk ST013-T4 antara tanggal 26 November hingga 3 November.

Sebelumnya, Chief Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana ST013 memperkirakan kupon SBN ritel syariah lebih tinggi dibandingkan penawaran SBN sebelumnya.

“Untuk 2 tahun kupon ST013 6,4% – 6,5%, dan 4 tahun 6,6% – 6,7%,” ujarnya, Kamis (11/7/2024).

Ia mengatakan, animo masyarakat terhadap SBN ritel syariah ST013 masih kuat dan penjualannya diperkirakan akan tinggi hingga ST013 terjual Rp 15-20 triliun.

Selain itu, ia menjelaskan, Penghargaan SBN Ritel Syariah ST013 mencakup beberapa item.

Pertama, ia mengaitkan kenaikan NAR dengan kenaikan imbal hasil UST, ekspektasi inflasi AS, dan penurunan suku bunga The Fed setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat (AS).

Faktor kedua adalah volatilitas rupee saat ini, dan faktor ketiga adalah meningkatnya informasi keuangan dan kebutuhan untuk mengalokasikan dana masyarakat pada instrumen yang memberikan imbal hasil tinggi.

Simak berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA