Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah mengalami tren pelemahan hingga mencapai angka indikatif Rp 16.400 per dolar AS. Meski demikian, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Varjio mengatakan rupiah masih lebih baik dibandingkan beberapa mata uang lain seperti won, baht, dan yen.
Melansir Bloomberg, rupee mulai hari ini, Kamis (20 Juni 2024), melemah 0,16% atau 26 poin menjadi Rp 16.391 per dolar AS. Di saat yang sama, indeks dolar naik 0,01% menjadi 104,890.
Perry mengatakan, stabilitas nilai tukar rupee tetap terjaga sejalan dengan komitmen kebijakan BI. Nilai tukar rupee hingga 19 Juni 2024 masih stagnan meski terdepresiasi sebesar 0,70% (ptp), setelah pada Mei 2024 menguat sebesar 0,06% (ptp) dibandingkan nilai tukar akhir bulan sebelumnya.
Melemahnya nilai tukar rupee dipengaruhi oleh dampak ketidakpastian yang tinggi di pasar global, terutama terkait ketidakpastian arah penurunan suku bunga The Fed (FFR), penguatan dolar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik. . .
Dari dalam negeri, tekanan terhadap rupee juga didorong oleh meningkatnya permintaan korporasi terhadap valuta asing (valas), termasuk repatriasi dividen, dan kekhawatiran terhadap keberlanjutan keuangan di masa depan.
Perkembangan tersebut juga membuat nilai tukar rupee melemah 5,92% dari level akhir Desember 2023. Namun, dia mengatakan depresiasi nilai tukar rupee lebih baik dibandingkan nilai tukar mata uang negara lain.
Pelemahan rupee lebih rendah dibandingkan dengan won Korea, baht Thailand, peso Meksiko, real Brasil, dan yen Jepang masing-masing sebesar 6,78%, 6,92%, 7,89%, 10,63%, dan 10%, kata Perry. pada konferensi pers Dewan Pengurus BI (RDG) pada Kamis (20/6/2024).
Ke depan, kata dia, nilai tukar rupiah akan terus bergerak sejalan dengan komitmen BI untuk terus menstabilkan nilai tukar rupiah dan didukung oleh masuknya modal asing, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik.
Kelompok riset NH Korindo Sekuritas sebelumnya mengatakan nilai tukar rupiah baru-baru ini terpuruk akibat penguatan dolar AS dan Uni Eropa yang mengumumkan tarif tinggi sebesar 17% hingga 30% terhadap impor suku cadang kendaraan listrik China.
Kelompok riset NH Korindo Sekuritas menjelaskan Uni Eropa merupakan pasar penting bagi produsen kendaraan listrik China. Sementara itu, tidak menutup kemungkinan Tiongkok akan mengumumkan tindakan penanggulangan dalam perang dagang ini.
Sedangkan bagi Indonesia, data neraca perdagangan dan keputusan suku bunga Bank Indonesia akan menimbulkan kekhawatiran di pasar. Pelaku pasar akan mencermati pertumbuhan ekspor dan impor di Indonesia.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran Rp 15.900 hingga Rp 16.300 per dolar AS pada akhir tahun 2024.
Lebih lanjut, Josua melihat BI terus berupaya menjaga stabilitas dengan menjaga spread positif pada instrumen keuangan domestik Indonesia, sehingga BI baru akan menurunkan suku bunga setelah The Fed terlebih dahulu memangkas FFR.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel