Bisnis.com, JAKARTA – Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan terus menguat pada 9-13 September 2024. 

Analis komoditas Lukman Leong mengatakan, penguatan nilai tukar rupiah diperkirakan sejalan dengan penguatan dolar AS yang mendapat tekanan dari data ekonomi, khususnya ketenagakerjaan. 

Sementara itu, dari dalam negeri, cadangan devisa atau cadev yang mencapai rekor tertinggi sebesar $150 miliar diperkirakan akan semakin mendukung penguatan nilai tukar rupee. 

“Dolar AS sendiri masih akan tertekan jelang pertemuan FOMC [Federal Open Market Committee] dua pekan ke depan,” ujarnya dalam Bisnis, Jumat (9/6/2024). 

Ia menambahkan, investor akan menantikan beberapa data ekonomi penting lainnya. Untuk Amerika Serikat, data tersebut akan mencakup data inflasi konsumen dan produsen, sedangkan untuk negara tersebut akan mencakup survei penjualan ritel dan kepercayaan konsumen. 

Dengan sentimen tersebut, Lukman meyakini nilai tukar rupiah akan berada di kisaran Rp 15.200 hingga 15.550 per dolar AS pada periode perdagangan pekan depan. 

Pada akhir perdagangan pekan lalu, rupiah ditutup menguat 23,50 poin atau 0,15 persen di Rp15.377,5. Di saat yang sama, greenback juga naik 0,07% menjadi 101,17. 

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi sebelumnya mengatakan investor kini bersiap menghadapi data penting selama seminggu, termasuk laporan payroll AS yang akan dirilis Jumat depan. 

Ia memperkirakan laporan ketenagakerjaan ini akan berdampak besar terhadap keputusan Federal Reserve atau The Fed yang akan diumumkan pada 18 September 2024. 

“Ekspektasi terhadap data ketenagakerjaan ini meningkat menyusul komentar Ketua Fed Jerome Powell bulan lalu yang mengindikasikan kemungkinan penurunan suku bunga karena kekhawatiran terhadap melemahnya pasar tenaga kerja,” ujarnya. 

Menurut CME FedWatch, ada peluang 63% penurunan 25 basis poin dan 37% peluang penurunan 50 basis poin. Pasar secara umum memperkirakan total penurunan suku bunga sebesar 100 basis poin hingga tahun 2024. 

———————————

 

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang diakibatkan oleh keputusan investasi pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel