Bisnis.com, Jakarta — Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aperando) meminta pemerintah menerapkan pembatasan dan pembatasan terhadap penjualan produk tembakau, termasuk rokok. 

Ketentuan restriktif tersebut termasuk dalam turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Saat ini, omnibus law kesehatan melahirkan peraturan yang bersumber dari peraturan negara mengenai perlindungan penyalahgunaan narkoba. 

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mundy mengatakan, pasal tersebut menurutnya dapat menimbulkan masalah serius dalam hal pelarangan iklan dalam jarak 200 meter di kawasan pendidikan.

“Sangat mudah (aturan ini) untuk dibengkokkan di lapangan. Terakhir, latihan di lapangan akan menimbulkan keakraban dan keakraban atau kebugaran. Ini yang tidak kita inginkan,” kata Ray, mengutip Kamis (23/5/2015). 

Menurut Roy, aturan tersebut hanya sekedar stempel yang bisa disalahartikan. Hal ini dapat berdampak besar karena berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan pekerja yang terlibat dalam IHT.

“Nantinya, ikatan ekonomi kita akan semakin besar karena ada stempel yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dalam pelaksanaannya,” imbuhnya. 

Roy mengatakan pemerintah harus memperkuat sosialisasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penggunaan tembakau, dan tidak hanya meningkatkan keparahan pembatasan dan pembatasan yang dapat berdampak pada perekonomian.

Secara umum, kelompoknya mengapresiasi adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur penggunaan tembakau dari sudut pandang kesehatan. Namun rencana penerbitan peraturan ini menuai penolakan dari beberapa kalangan.

Banyak pasal mengenai tembakau dalam RPP Kesehatan yang relevan bagi pelaku IHT antara lain pasal terkait batasan TAR dan nikotin, pembatasan yang dapat mencegah bahan tambahan, pasal terkait jumlah batang dalam satu kemasan, penjualan Pembatasan penjualan rokok, peraturan. Iklan televisi jam malam, dan pembatasan iklan media sosial. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel