Bisnis.com, JAKARTA – Koalisi ekonom yang diperoleh Bloomberg menilai keputusan Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) hari ini akan tetap mempertahankan BI rate di level 6,25%. Tindakan The Fed dinilai akan berdampak besar, namun perlu juga memperhatikan kondisi dalam negeri ketika inflasi terus berlanjut.

Sekitar 34 dari 36 ekonom yang disurvei Bloomberg sepakat The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya tidak berubah pada hari ini, Rabu (21/8/2024).

Hanya dua ekonom PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia dan Bank of America NA yang memperkirakan BI akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 6,00%.

Tak hanya berbeda pendapat dengan perusahaan lain, Mirae Sekuritas juga mempublikasikan prediksi sebelumnya yakni sejak 14 Agustus 2024 yakni seminggu lalu.

Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menilai Bank Indonesia tidak akan memangkas BI Rate dalam RDG BI 20-21 Agustus 2024.

Padahal, spekulasi pelonggaran BI Rate terbuka setelah Banko Sentral ng Pilipinas (BSP) memangkas suku bunga sebesar 25 bps pada pekan lalu.

Satria, Rabu (20/8/2024) mengatakan: “Kami menilai BI akan mengambil sikap lebih hati-hati ke depan di tengah tekanan inflasi dan nilai tukar.”

Satria mengingatkan, BSP telah menerapkan kenaikan suku bunga sebesar 450 bps setelah suku bunga mencapai rekor tertinggi selama pandemi, dibandingkan kenaikan BI Rate yang hanya sebesar 275 bps.

Jika otoritas moneter cepat menurunkan BI Rate, menurut Satria, akan menyebabkan inflasi kembali naik. Situasi ini akan menjadi celah bagi para bankir sentral untuk membuat kesalahan kebijakan yang akan melemahkan dampak perubahan besar dalam kebijakan.

“Jika The Fed menurunkan suku bunga dan harga minyak kembali naik, apa yang terjadi dengan Pertamax dan Pertalite? Kebijakan yang mudah dari The Fed [atau BI] kemungkinan besar hanya akan kembali menimbulkan tekanan inflasi,” lanjutnya.

Jika dicermati, laju inflasi Indonesia kembali terkendali dalam setahun terakhir. Pemerintah menetapkan target inflasi sebesar 3±1% pada tahun 2023, dan setelah inflasi mencapai puncaknya, angka tersebut kembali menjadi 4% pada Mei 2023.

Memasuki tahun 2024, sasaran inflasi ditetapkan sebesar 2,5±1% dan sepanjang tahun masih berada dalam kisaran perkiraan. Laju inflasi tertinggi tahun ini terjadi pada Maret 2024 yakni 3,04% yang masih dalam kisaran sasaran.

Namun perlu diperhatikan bahwa kesenjangan antara suku bunga BI dan inflasi semakin melebar. Meskipun inflasi lebih terkendali, rasio BI tetap tinggi.

Jika dilihat dalam tiga tahun terakhir, selisih suku bunga dan inflasi tertinggi terjadi pada Januari 2021 yakni 2,2%.

Ada persimpangan jalan pada Juni 2022, dimana inflasi lebih tinggi dari suku bunga acuan, kemudian kondisi kembali berubah pada Januari 2023.

Namun setelah itu selisihnya semakin melebar hingga Juli 2024 mencapai 4,12%. Kapan Saat yang Tepat untuk Menurunkan Suku Bunga?

Gubernur BI Perry Warjiyo melihat kemungkinan penurunan suku bunga Federal Reserve (Fed) atau Fed Fund Rate (FFR) lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.

Hal ini sejalan dengan indikasi The Fed pada rapat FOMC akhir Juli 2024, bahwa FFR berpotensi turun pada September 2024 jika inflasi tetap berada di bawah sasaran.

“Kalau BI lihat Fed Cash Rate, kapan turunnya? Nah, lebih jauh lagi,” ujarnya dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Perekonomian (KSSK) III 2024, Jumat (2/8/2024).

Namun, Perry mengatakan bank sentral masih perlu mencermati perkembangan ke depan, dengan suku bunga AS saat ini masih tinggi, meski Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of England (BoE) sudah mulai menurunkan suku bunga.

Di sisi lain, Perry mengatakan BI juga memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6,25% hingga rapat Direksi (RDG) selanjutnya, Juli 2024.

Sementara jika melihat tren kenaikan inflasi di dalam negeri, tren suku bunga acuan justru terbuka ke arah negatif.

Perry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan karena BI lebih dulu mengelola risiko global.

“Karena inflasi rendah dan mungkin akan terus menurun di masa depan, seharusnya BI-Rate turun. Tapi belum bisa turun karena kita perlu fokus pada pengurangan risiko global,” jelas Perry.

Deputi Direktur Institute for Economic and Development (Indef) Eko Listiyanto juga meyakini BI akan mempertahankan suku bunga acuan hingga kuartal IV 2024, meski The Fed punya kemampuan untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

Menurut dia, BI akan mempertahankan standar suku bunga pada level saat ini demi menjaga keseimbangan suku bunga negara lain, terutama dengan Amerika Serikat (AS), sehingga tidak terjadi capital outflow yang dapat berujung pada depresiasi mata uang. rupiah. kurs.

“Jika The Fed menurunkan suku bunga pada September, kemungkinan besar baru akhir tahun BI akan menurunkan suku bunganya,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (2/8/2024).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel