Business.com, Jakarta – Petani tebu bereaksi terhadap keputusan pemerintah yang menurunkan harga gula di tingkat konsumen.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Somitro Samadikoen menilai pemerintah tidak perlu bersusah payah menetapkan harga gula di tingkat konsumen saat ini. Sebab, musim penggilingan tebu baru dimulai sehingga harga gula di pasaran sudah turun

Artinya, harga gula harus ditentukan berdasarkan sistem pasar “Saat panen nanti akan terjadi kelebihan pasokan di pasar, itu bukan upaya untuk mengatakan, mereka akan berlomba-lomba menjual ke pasar sehingga harganya turun,” kata Somitro saat dihubungi, Rabu (5/6) hari ini. 2024).

Sebaliknya, penetapan harga gula pasir sebesar Rp17.500 – Rp18.500/kg di tingkat konsumen tidak akan berpengaruh terhadap kenaikan harga lelang gula di tingkat petani.

Menurut dia, saat ini harga lelang gula pasir sebesar Rp 14.600 – Rp 14.700/kg atau sedikit lebih tinggi dibandingkan harga jual produk gula (HPP) gula di tingkat produsen yang dipatok Rp 14.500/kg. kg.

Selisih antara harga pokok penjualan produk petani dengan harga pokok penjualan di tingkat konsumen dinilai sangat besar. Jadi kata Somitro, petani yang tergabung dalam asosiasi sangat mengharapkan tingkat HPP yang lebih tinggi, khususnya Rp 16.400/kg.

“Ini adalah tingkat keuntungan yang tidak dinikmati petani. Ketika harga gula di pasaran naik, petani tetap mempertahankannya,” ujarnya.

Somitro juga menyarankan agar pemerintah bisa fokus pada penyimpanan gula sebagai Cadangan Pangan Masyarakat (CPP) seperti beras. Pada musim penggilingan pemerintah memperoleh gula sebanyak-banyaknya dari petani dan memasoknya ke pasar dengan harga terjangkau ketika harga naik.

Somitro mengatakan pengelolaan stok gula pemerintah akan lebih mudah dibandingkan pengelolaan beras. Pasalnya, kebutuhan konsumsi gula masyarakat, kata dia, seraya menambahkan bahwa beras hanya 10% dari jumlah tersebut. 

“Saya setuju tidak perlunya HAP di tingkat konsumen,” ujarnya. Beras bisa, kenapa gula tidak?

Pada Senin (3 Juni 2024), pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (BAPANAS) secara resmi menaikkan harga referensi penjualan gula pasir di tingkat konsumen, berdasarkan catatan Business.com. 

Sementara harga eceran gula pasir diturunkan menjadi Rp 17.500/kg dari harga referensi sebelumnya Rp 16.000/kg. Karena kelangkaan ritel modern, Tatyana telah menurunkan harga mulai 5 April 2024 dan relaksasi akan berakhir pada 31 Mei 2024. 

Baru-baru ini, melalui surat resmi No. 386/TS.02.02/B/05/2024 tanggal 28 Mei 2024, negara memutuskan untuk memperpanjang masa relaksasi harga gula hingga 30 Juni 2024. Surat tersebut dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprido) dan Himpunan Pengusaha Retail dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hipindo).

Secara khusus, penurunan harga gula akan mencakup harga gula di tingkat konsumen dan produsen Harga jual gula pasir di tingkat konsumen ditetapkan sebesar Rp 17.500/kg untuk sebagian besar wilayah

Sedangkan harga acuan penjualan gula pasir di tingkat konsumen di wilayah Maluku, Maluku Utara, Pulau Papua, dan 3TP (Tertinggal, Terpencil, Terpencil dan Perbatasan) ditetapkan sebesar Rp18.500/kg. 

Selain itu, harga gula untuk produsen atau petani ditetapkan sebesar Rp14.500/kg dibandingkan harga referensi yang ditetapkan sebelumnya sebesar Rp12.500/kg. Relaksasi harga gula di tingkat produsen atau petani berlaku hingga akhir musim pabrik gula pada 31 Oktober 2024.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel