Bisnis.com, Jakarta – Dewan Stabilitas Sistem Keuangan (Badan Stabilitas Sistem Keuangan) melaporkan kondisi keuangan, moneter, perkembangan jasa keuangan, dan penjaminan simpanan pada triwulan III tahun 2024, yang merupakan babak terakhir sistem keuangan di bawah kepemimpinan Presiden. Joko Widodo.

Menteri Keuangan Shri Mulyani Indrawati yang juga merupakan koordinator CSI mengatakan sistem keuangan akan tetap stabil pada kuartal ketiga tahun 2024, mengurangi tekanan di pasar keuangan global dan melonggarkan kebijakan moneter di negara-negara besar, termasuk berbagai negara. .

Sementara itu, memasuki triwulan IV tahun 2024, penting untuk terus mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan, termasuk meningkatnya dampak gejolak geopolitik seperti serangan Israel terhadap Palestina dan Lebanon.

Shri Mulyani mengatakan pada konferensi pers SCSC, Jumat (18): “[SCSC] akan meningkatkan koordinasi dan sinergi antar lembaga, meningkatkan pemahaman tentang berbagai faktor risiko eksternal dan dampaknya terhadap perekonomian domestik dan sektor keuangan. Kewaspadaan.

Shri Mulyani juga meredakan ketidakpastian di pasar keuangan global seiring dengan pelonggaran kebijakan moneter beberapa negara besar sebagai respons terhadap melambatnya tekanan inflasi. Misalnya, The Fed memangkas suku bunga menjadi 4,75%-5,00% pada September 2024 dan mengisyaratkan pelonggaran lebih lanjut pada akhir tahun ini.

Bank Sentral Eropa (ECB) kembali memangkas suku bunga utamanya pada September 2024, setelah melakukan pelonggaran kebijakan moneter pada Juni 2024.

“Berbagai perkembangan tersebut telah meredakan ketidakpastian pasar keuangan global dan meningkatkan aliran masuk modal asing ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” kata Shri Mulyani.

KSSC sebagai badan keuangan terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI) otoritas moneter, Badan Jasa Keuangan (OJK) yang bertanggung jawab mengelola sektor jasa keuangan, dan Ketua Dewan serta Pimpinan dari Dewan. Direksi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Rapor perekonomian era Jokowi

Hingga kuartal III-2024, KSSC dan pemerintah masih meyakini tren pertumbuhan ekonomi 5% akan tetap terjaga. Menurut Shri Mulyani, konsumsi rumah tangga dan investasi akan menopang pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2024.

Namun menurut Shri Mulyani, pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih banyak berasal dari kelompok menengah ke atas.

Shri Mulyani tidak menguraikan lebih jauh soal penggunaan dalam pidatonya. Namun seperti kita ketahui bersama, pada masa pemerintahan Presiden Joko, konsumsi masyarakat secara keseluruhan jauh lebih rendah, bahkan jumlah kelas menengah menurun hingga jutaan.

Pertumbuhan ekonomi mengalami stagnasi sekitar 5% selama dekade terakhir. Laju pertumbuhan ekonomi tahunan pada tahun 2022 akan mencapai 5,31%, masih dipengaruhi oleh rendahnya base effect pada tahun 2021 akibat tekanan pandemi Covid-19.

Pasca pandemi, kebijakan publik terus menjaga daya beli masyarakat, stabilitas harga, dan berbagai program perlindungan sosial (perlinos) sebagai andalan kegiatan perekonomian.

Sementara itu, KSSC memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,1% pada tahun 2024, ketika pemerintahan Presiden Joko berakhir. Target awal pemerintah adalah pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2% pada tahun 2024.

“Pada tahun 2025, perekonomian diperkirakan tumbuh sebesar 5,2%, meningkatkan permintaan dan produktivitas domestik, serta memperkuat reformasi struktural untuk memperkuat struktur pertumbuhan ekonomi, termasuk penyerapan tenaga kerja dan nilai tambah.” – katanya. · Mulyani. Perkembangan kondisi moneter

Gubernur Bank Indonesia Perry Wardjo menjelaskan nilai tukar rupiah yang menguat disebabkan oleh konsistensi kebijakan moneter dan peningkatan modal asing.

Pada akhir September 2024, nilai tukar Rupee akan naik menjadi 15.140 per dolar AS atau 2,08% (m/m). Valuasi ini lebih tinggi dibandingkan nilai mata uang regional seperti Won Korea (2,02%), Peso Filipina (0,17%) dan Rupee India (0,10%).

Perry mengatakan dalam konferensi pers: “Membaiknya kinerja rupiah didukung oleh stabilnya nilai tukar rupiah Bank Indonesia, imbal hasil aset keuangan dalam negeri yang menarik, dan terus masuknya modal asing karena fundamental perekonomian Indonesia yang kuat.

Hingga akhir September 2024, cadangan devisa sebesar 149,9 miliar dolar AS atau setara dengan 6,6 bulan pembiayaan impor atau 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka ini lebih tinggi dari standar kecukupan internasional yaitu sekitar tiga bulan impor.

Perry mengatakan: “Seluruh instrumen moneter akan dioptimalkan, termasuk instrumen SRBI, SVBI dan SUVBI melalui optimalisasi untuk memperkuat strategi pasar valuta asing untuk menarik modal asing dan mendukung apresiasi nilai tukar rupee.”

Inflasi juga tetap berada di kisaran 2,5% ± 1%, dan Indeks Harga Konsumen (CPI) sebesar 1,84% per September 2024 (vs tahun lalu). Baru-baru ini, Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut hingga Mei 2024, dan industri jasa keuangan dan asuransi pun terhindar dari deflasi tersebut.

Ketua Komite OJK Mahendra Siregar menjelaskan stabilitas industri jasa keuangan tanah air dijaga dalam kerangka kebijakan moneter. Hal ini juga terkait dengan permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko yang terkendali, dan perkembangan positif di sektor jasa keuangan.

Ia mengatakan, kinerja perbankan masih stabil dengan rasio permodalan perbankan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 26,78% per Agustus 2024. Pada Agustus 2024, indeks perantara meningkat 11,40% dan mencapai 7,508 triliun rubel.

Selanjutnya, kinerja pasar saham dipengaruhi oleh prospek positif tren kebijakan moneter dari bank sentral utama dunia. Hingga triwulan III 2024, pembelian bersih investor nonresiden di pasar saham mencapai 49,64 triliun dan kapitalisasi pasar meningkat 7,52% (YTD/YTD).

Total aset industri sektor asuransi sebesar 1.132,49 triliun, meningkat 1,32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu/reasuransi sebesar 323,74% – jauh di atas batas minimum 120%.

Ketua Komite LPS Purbaya Uddhi Sadeva juga menjelaskan pihaknya akan terus menjamin stabilitas sistem keuangan dan kepercayaan terhadap sektor perbankan dan asuransi. LPS juga mendorong kinerja perekonomian nasional melalui berbagai kebijakan.

Purbaya menjelaskan, kebijakan tersebut mencakup pemenuhan lebih dari 90% persyaratan UU LPS, pemantauan penjaminan simpanan, serta evaluasi berkala terhadap suku bunga penjaminan. LPS juga mempercepat penyelesaian dan pemrosesan bank settlement (BDR) serta pembayaran penjaminan simpanan nasabah.

Kemudian, untuk memastikan dukungan kebijakan, LPS juga terus mendorong agar rencana dapat disusun.

“Bersiaplah untuk melaksanakan rencana penjaminan kebijakan yang mencakup pelaksanaan kebijakan, proses bisnis, dan sumber daya manusia,” kata Purbaya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA