Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan masih tertekan pada perdagangan pekan ini mulai 7 hingga 11 Oktober, dibayangi beberapa sentimen seperti data inflasi AS, berlanjutnya perang antara Israel dan Iran. Indeks Kepercayaan Konsumen Timur Tengah dan Indonesia (CICI).

Sebelumnya, dalam sepekan terakhir 30 September-4 Oktober 2024, IHSG ditutup melemah tajam -2,61% atau 200 poin menjadi 7.496 poin dengan net devisa asing sekitar Rp 4,9 triliun.

Imam Gunadi, Analis Saham PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), mengatakan beberapa faktor seperti insentif pemerintah China, ketegangan di Timur Tengah, dan aksi ambil untung pelaku pasar turut berkontribusi terhadap pelemahan IHSG.

Untuk mendongkrak aktivitas ekonomi yang lemah, pemerintah Tiongkok memberikan berbagai insentif melalui bank sentral, seperti penurunan persyaratan cadangan dan suku bunga, pelepasan obligasi khusus senilai 2 triliun yuan Tiongkok, serta stimulasi pasar saham dalam bentuk swap sebesar 500 miliar yuan dan memberikan fasilitas pinjaman kepada perusahaan yang bersedia membeli kembali 300 miliar yuan.

“Pada dasarnya paket stimulus ini akan berdampak positif bagi Indonesia karena Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia, namun dengan adanya insentif pasar saham lainnya dapat menarik investor Indonesia untuk berinvestasi di Tiongkok karena berpotensi menaikkan harga saham karena stimulus tersebut. ,” kata Imam, Minggu (10/06/2024) dalam kajian yang dilakukan.

Apalagi, pergerakan IHSG pada pekan lalu tertahan akibat aksi ambil untung yang dilakukan pelaku pasar. Sejak 19 Agustus 2024, IHSG mencetak rekor ATH hingga mencapai level 7853 pada 19 September 2024. Hal ini memungkinkan pasar mengamankan keuntungan terlebih dahulu di tengah resesi dan konflik di Timur Tengah.

Pada perdagangan pekan ini, Imam mengatakan IHSG dibayangi oleh tiga sentimen utama yakni data inflasi AS, berlanjutnya perang di Timur Tengah, dan Indeks Keyakinan Konsumen (CCI) Indonesia.

Mengenai data inflasi AS. Pekan ini pasar akan fokus pada data inflasi AS yang akan dirilis pada Kamis 10 Oktober 2024 pukul 19:30 WIB. Data tersebut akan sangat mempengaruhi kebijakan Federal Reserve dalam menetapkan kebijakan moneter, khususnya pada pertemuan November dan Desember 2024.

“Data inflasi AS sebesar 2,5% (y/y) di bulan Agustus dan akan turun menjadi 2,3% (y/y) mendekati target The Fed sebesar 2%. Jadi, jika data yang dirilis nanti sesuai dengan ekspektasi pasar atau lebih rendah, tentu itu menjadi katalis positif bagi pasar,” kata Imam.

Selain data inflasi tahunan, tambah Imam, data inflasi bulanan AS juga penting untuk melihat perkembangan dalam jangka pendek, dengan perkiraan inflasi bulanan AS akan turun menjadi 0,1% (MoM) dari 0,2% pada periode sebelumnya (EMA). ).

Apalagi kelanjutan perang di Timur Tengah masih terasa. Ketegangan di Timur Tengah terus menjadi topik yang perlu mendapat perhatian pada minggu ini.

Hingga Minggu, 6 Oktober 2024, serangan masih terjadi di tepi selatan Beirut. Serangan itu terjadi setelah penembakan Israel selama berhari-hari di pinggiran kota Beirut yang diyakini sebagai basis kelompok militan Hizbullah yang didukung Iran, menewaskan pemimpinnya, Sayyed Hassan Nasrallah.

“Berlanjutnya perang ini berpotensi menaikkan harga minyak dan ada kemungkinan berdampak pada laju inflasi sehingga akan menimbulkan bad mood perekonomian. Namun, emiten yang bergerak di industri migas akan diuntungkan. dari kenaikan harga minyak ini,” tambah Imam.

Sementara itu, dari sisi sentimen dalam negeri, Indonesia merilis data keyakinan konsumen atau indeks kepercayaan konsumen yang dapat menjadi acuan untuk melihat perspektif konsumen terhadap berbagai indikator seperti kondisi perekonomian saat ini, prospek kondisi perekonomian, ketersediaan tenaga kerja, dan pendapatan saat ini. harapan. . ini dan 6 bulan ke depan.

“Jika data ini meningkat maka akan menjadi sentimen positif bagi pasar karena lebih dari 50% pertumbuhan ekonomi Indonesia berasal dari konsumsi atau rumah tangga,” tutup Imam.

Mengingat data perekonomian dan sentimen yang beragam, terutama suasana perang di Timur Tengah yang masih akan mempengaruhi pasar pada minggu ini, IPOT merekomendasikan saham BUMI, ICBP dan LSIP. Beli pada BUMI Breakout (Support 156, Resist 132).

PT Bumi Resources Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batubara dan minyak. Kenaikan harga minyak baru-baru ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap perusahaan batubara dan minyak seperti BUMI.

Secara umum, permintaan energi, khususnya minyak, dapat meningkat karena diperlukan untuk memicu perang, selain itu, perang juga dapat mengganggu rantai pasokan, yang akan meningkatkan harga minyak, dan rasa stimulus Tiongkok, yang dapat menyebabkan peningkatan. juga meningkatkan permintaan minyak.

Selain minyak bumi, bahan baku yang terdampak adalah batu bara. Ketika harga minyak naik, konsumen minyak mungkin beralih ke sumber energi lain yang lebih murah, yaitu batu bara, yang juga dapat meningkatkan permintaan batu bara baru. Beli ICBP (support 12,875, resistance 11,825).

Suasana perang di Timur Tengah dapat mengubah keputusan investasi para pelaku pasar, karena pasar yang sebelumnya berinvestasi pada sektor agresif berubah arah ke sektor yang lebih defensif seperti konsumen non-siklus, termasuk ICBP. Beli LSIP (Dukungan 1100, Resist 995)

Minyak kelapa sawit mendekati level tertingginya dalam 6 bulan, didorong oleh kontrak kedelai Chicago dan kelemahan MYR terhadap USD.

Kemudian, sebagai importir utama CPO, India akan merasakan permintaan jangka pendek yang kuat menjelang musim liburan Diwali karena dampak kenaikan bea masuk mulai mereda.

Pertumbuhan ini juga tidak terlepas dari meningkatnya kekhawatiran bahwa konflik yang lebih luas di Timur Tengah dapat mengganggu rantai pasokan di wilayah tersebut.

__________

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang diakibatkan oleh keputusan investasi pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel