Bisnis.com, JAKARTA – Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan masih berlanjut pada pekan depan.

Melansir Bloomberg, rupee melemah 56,50 poin atau 0,37% menjadi 15.485 terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (4/10/2024). 

Sementara itu, beberapa mata uang lain di Asia juga melemah. Won Korea ditutup menguat 0,03% dan mata uang Tiongkok melemah 0,11%. Ringgit Malaysia juga melemah 0,12%, sedangkan yen Jepang menguat 0,41%. 

Pimpinan PT Laba Forexindo, Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, pada perdagangan pekan depan, Senin (7/10/2024), rupee diperkirakan akan bergerak menguat. 

“Rupiah berpotensi ditutup melemah pada kisaran Rp15.470 – Rp15.580 per dolar AS,” tulisnya dalam catatan, Minggu (6/10/2024).

Ibrahim mengatakan, rupiah kemungkinan akan kembali ke kisaran Rp 16.000 terhadap dolar AS. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi depresiasi dolar AS, yaitu. meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, perekonomian AS dan prospek pengurangan stimulus The Fed;

“Di luar sana, di Timur Tengah, terjadi konflik politik yang terus memanas,” kata Ibrahim.

Situasi di Timur Tengah memanas setelah Iran menyerang pangkalan udara F-35 Israel. Iran melancarkan serangan rudal besar-besaran (dilaporkan 180 rudal) ke Israel sebagai pembalasan atas pembunuhan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di Lebanon oleh Israel.

Faktor eksternal lainnya adalah berlanjutnya pertumbuhan ekonomi AS. Terakhir, ketegangan politik di Amerika Serikat juga meningkat pasca pemilu presiden AS.

Menurutnya, investor saat ini fokus pada laporan utama non-farm payrolls AS yang akan segera dirilis. Hal ini memberikan bukti lebih lanjut mengenai kepentingan The Fed. 

“Sejumlah data yang dirilis pada minggu ini menunjukkan bahwa perekonomian AS tetap sehat setelah aktivitas sektor jasa negara tersebut melonjak ke rekor tertinggi pada bulan September,” ujarnya. 

Menurut Ibrahim, tren ini menyebabkan pelaku pasar kembali menurunkan jaringnya sebesar 50 basis poin untuk bulan depan. 

Sementara dari dalam negeri, terdapat permasalahan deflasi yang diyakini disebabkan oleh lemahnya belanja konsumen.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan September 2024 terus melanjutkan tren penurunannya, kali ini -0,12% secara bulanan (month-on-month/MtM). Angka ini menandai inflasi selama lima bulan berturut-turut di Indonesia, setelah mengalami deflasi selama tujuh bulan berturut-turut pada krisis tahun 1999.

Sebelumnya, CEO BCA Group David Sumual mengatakan laju penguatan rupiah kini terancam akibat meningkatnya kerusuhan di Timur Tengah. 

David kepada Bisnis, Kamis, 3/10/2024: “Ada kekhawatiran penyebaran krisis geopolitik di Timur Tengah, di emerging market lainnya [nilai tukar terhadap dolar AS] juga turun.”

Oleh karena itu, menurutnya, pada kuartal IV tahun 2024, pergerakan mata uang akan mempengaruhi tren geopolitik perang di Timur Tengah dan pengurangan kebijakan The Fed.

“Ada banyak faktor yang berperan, namun yang paling besar jelas adalah tarik-menarik antara kepentingan Federasi dan situasi di Timur Tengah,” jelas David.

David juga mengatakan, rupiah terhadap dolar AS akan sulit menguat di bawah Rp 15.000 per dolar AS. Rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp15.300-Rp15.800 terhadap dolar AS.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Jaringan WA