Bisnis.com, Jakarta – Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan suatu proses yang kompleks dan menyeluruh, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban. Fase akuntabilitas APBN berperan penting dalam menjelaskan kepada masyarakat capaian keuangan dan capaian pemerintah sepanjang tahun.

Melihat ke belakang selama satu dekade terakhir, akuntabilitas APBN melalui Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) telah mengalami berbagai dinamika dan perubahan. Hal ini merupakan bentuk upaya pemerintah untuk memberikan akuntabilitas yang semakin kredibel, transparan, dan akuntabel. LKPP dapat menggambarkan kinerja keuangan pemerintah kepada masyarakat dan membuktikan bahwa APBN ada dalam kehidupan bernegara dan bernegara. akuntansi akrual

Penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi akan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, andal, dan relevan, sehingga menjadikan informasi dalam laporan keuangan bermanfaat. Selain itu, perlakuan yang sama terhadap pengakuan dan pengukuran transaksi keuangan akan menghasilkan informasi yang sebanding.

Gambar 1. Sampul Laporan Keuangan Negara Pusat (LKPP) Revisi Tahun 2023.

Untuk memenuhi amanat Undang-Undang Keuangan Negara, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. Peraturan ini menggantikan PP No. 24 Tahun 2005 yang mengatur SAP dalam Cash Accruals (CTA). Dengan terbitnya PP ini, pemerintah Indonesia mempunyai dasar penerapan akuntansi akrual.

Penerapan akuntansi akrual dinilai lebih menggambarkan kinerja keuangan suatu pemerintahan karena mencatat lebih dari sekedar transaksi keuangan berdasarkan arus kas. Seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik yang merupakan hak maupun kewajiban, dapat dicatat, disajikan, dan diungkapkan secara lengkap dalam LKPP.

Tahun 2015 merupakan tahun pertama diterapkannya metode akuntansi akrual secara penuh yang ditandai dengan penyusunan laporan keuangan akrual seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) yang kemudian dikonsolidasikan ke dalam LKPP. Penerapan akuntansi akrual pada tahun 2015 merupakan momen penting bagi Indonesia untuk memasuki babak baru akuntabilitas fiskal nasional. LKPP tahun 2015 merupakan tonggak penting dalam mencapai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah. Perkembangan opini LKPP

Perjalanan pemerintah dalam menyusun pelaporan keuangan dimulai pada tahun 2005 ketika pemerintah masih berjuang menyiapkan neraca awal yang kredibel, antara lain pelacakan aset milik negara (BMN), pengendalian rekening pemerintah, dan penyempurnaan LKPP tahun 2004. Dalam keterbatasan tersebut dan melalui berbagai upaya, Biro Pemeriksaan Keuangan (BPK) memberikan keringanan selama lima tahun pertama penyusunan LKPP (LKPP 2004 hingga 2008).

Pendapat BPK mulai membaik pada LKPP tahun 2009, dan pemerintah memperoleh pendapat wajar (WDP) dengan pengecualian. Peningkatan kualitas opini tidak terlepas dari perbaikan regulasi, kebijakan, dan penerapan pemerintah. Pada tahun 2010 hingga tahun 2015, pemerintah mempersiapkan infrastruktur untuk mencapai dua tujuan, yaitu mencapai LKPP berbasis akrual dan mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Sistem informasi dan regulasi terkait implementasi SAP berbasis akrual memegang peranan penting dalam upaya mencapai kedua tujuan tersebut. Berbagai sistem informasi yang digunakan pada saat itu antara lain Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), Modul Penerimaan Negara (MPN), dan Sistem Akuntansi Institusi Akrual (SAIBA). Dari sisi pengawasan, pemerintah merumuskan peraturan yang merinci penerapan SAP berbasis akrual, mulai dari kebijakan akuntansi dan sistem akuntansi hingga penerbitan petunjuk teknis.

Gambar 2. Konferensi Kerja Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Nasional (Rakernas) tahun 2016 yang sekaligus menandai pertama kalinya BPK mendapat opini wajar tanpa pengecualian terhadap LKPP (20 September 2016)

Untuk LKPP tahun 2016, pemerintah akhirnya mendapatkan opini WTP untuk pertama kalinya dari BPK. Prestasi tersebut mampu dipertahankan selama delapan tahun berturut-turut hingga LKPP 2023.

Mempertahankan opini WTP selama delapan tahun berturut-turut bukanlah tugas yang mudah. Tantangan pemerintah selalu berbeda setiap tahunnya dan memerlukan banyak upaya. Dalam LKPP 2018, pemerintah sempat menjelaskan proses revaluasi yang menyebabkan aset tetap pemerintah meningkat signifikan. BPK bisa mendapatkan hasil revaluasi aset yang disebutkan dalam LKPP 2019, dengan aset tetap meningkat dari Rp1.931,05 triliun menjadi Rp5.949,60 triliun.

Dengan kebijakan luar biasa yang dicanangkan untuk melindungi perekonomian nasional dari ancaman pandemi Covid-19, pemerintah harus bertanggung jawab atas Rencana Penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) yang berjumlah total Rp 1.627,23 triliun selama tiga tahun yang dicapai (2020 data LKPP tahun 2021 dan 2022). Semua tantangan ini tidak hanya berarti menjaga masukan WTP, namun juga mempertanggungjawabkan setiap program yang dilaksanakan secara kredibel, transparan, dan akuntabel.

Gambar 3. BPK RI menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2023 kepada DPR RI (8 Juli 2024)

Peningkatan kualitas LKPP juga tidak terlepas dari langkah-langkah pemerintah, seperti perbaikan sistem dan prosedur pelaksanaan APBN, penyempurnaan regulasi, kebijakan dan petunjuk teknis akuntansi, peningkatan kualitas LKPP. pengembangan sistem akuntansi lembaga (SAI), dan pemantauan berkala terhadap penyelesaian rekomendasi BPK. Pemerintah juga aktif mengkoordinasikan penyelesaian dan memantau secara berkala tindak lanjut rekomendasi BPK. Berdasarkan data BPK, hingga paruh kedua tahun 2023, pemerintah telah menyelesaikan 987 rekomendasi atau 96,56% dari periode 2004 hingga 2022.

Akuntabilitas APBN tahunan ditetapkan dengan Undang-Undang Pertanggungjawaban Penyelenggaraan APBN (UU P2 APBN). Undang-undang tersebut disahkan melalui mekanisme pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR bekerja sama dengan pemerintah untuk menyusun rekomendasi yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas akuntabilitas fiskal dalam negeri. Oleh karena itu, selain menyelesaikan rekomendasi BPK, pemerintah juga berkomitmen untuk melaksanakan seluruh rekomendasi DPR dalam UU P2 APBN.

Gambar 4. Keputusan yang diambil pada Rapat Paripurna DPR RI (3 September 2024) tentang Undang-Undang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2023 (P2 APBN)

Di sisi regulasi, perbaikan dilakukan setiap tahun untuk mengakomodasi berbagai rekomendasi dan beradaptasi dengan evolusi proses bisnis. Pada tahun 2023, beberapa regulasi akan dilakukan penyempurnaan antara lain Peraturan Menteri Keuangan (PMK), perubahan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat, PMK Sistem Akuntansi dan Pelaporan Transaksi Khusus, serta PMK Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pusat. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas data, menjaga akuntabilitas dan transparansi LKPP, serta memprediksi risiko audit periode berikutnya.

Pemerintah juga terus melanjutkan aplikasi untuk mengembangkan dan menyempurnakan pengelolaan dan akuntabilitas APBN. Perbaikan penting yang dilakukan pemerintah pusat dalam teknis penyusunan LKPP dalam satu dekade terakhir antara lain: otomatisasi rekonsiliasi dan konsolidasi data keuangan lembaga (penyusunan laporan keuangan kementerian/lembaga atau LKKL) melalui Sistem E-Rekon&LK pada tahun 2016 Sistem Penerapan Keuangan Tingkat (SAKTI) sebagai sarana pengelolaan keuangan lembaga, termasuk tahap perencanaan akuntabilitas anggaran. SAKTI mengintegrasikan seluruh aplikasi proxy yang digunakan sebelumnya. Selain itu, SAKTI menerapkan konsep database tunggal. Dengan menggunakan SAKTI, seluruh transaksi entitas akuntansi dan pelaporan dilakukan secara elektronik.

Sebagai inovasi strategis, pemerintah mengembangkan aplikasi SPAN-LKPP yang komprehensif pada tahun 2018 untuk mengakomodasi proses integrasi dan kesiapan LKPP yang lebih baik. Optimalisasi dan pemanfaatan teknologi informasi secara efektif menjadikan LKPP semakin akurat, bertanggung jawab, dan berkualitas.

Pada tahun 2019, aplikasi pengelolaan keuangan disempurnakan dan diluncurkan aplikasi Standard Chart of Accounts (BAS) mobile online. Dalam aplikasi ini, daftar yang disusun dan diklasifikasikan terkait dengan transaksi keuangan disusun secara sistematis untuk dijadikan pedoman dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan pelaporan keuangan pemerintah.

Melaksanakan SAKTI dan Memantau SAKTI (MonSAKTI) di seluruh institusi. Pada TA22, seluruh instansi K/L akan memanfaatkan sepenuhnya aplikasi SAKTI sebagai sistem untuk mengintegrasikan proses perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN lintas instansi pemerintah. Opini WTP: Apa Selanjutnya?

Gambar 1. Sejarah opini WTP

Mempertahankan opini WTP membutuhkan kerja keras setiap tahunnya, namun pemerintah juga berharap dapat lebih mendorong akuntabilitas APBN agar lebih kredibel, transparan, dan akuntabel. Oleh karena itu, pemerintah berupaya mengintegrasikan pelaporan kinerja dengan pelaporan keuangan untuk meningkatkan kualitas akuntabilitas APBN.

Integrasi pelaporan kinerja dan pelaporan keuangan didasarkan pada keluaran dari setiap program atau kegiatan yang direncanakan lembaga. Dengan demikian, seluruh hasil keluaran dapat dijadikan bahan evaluasi realisasi hasil proyek.

Lebih lanjut, LKPP tidak lagi sekedar pertanggungjawaban keuangan, namun juga dapat menjadi alat bagi pemerintah untuk mengevaluasi rencana yang telah dilaksanakan dan menjadi dasar perumusan kebijakan di masa depan.

Upaya akuntabilitas APBN yang semakin kredibel, transparan, dan bertanggung jawab diharapkan dapat membuktikan bahwa APBN benar-benar ada di masyarakat dan menjadi instrumen nasional yang berperan efektif dalam mencapai bangsa Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel