Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) berencana membangun pabrik bioetanol berkapasitas 30.000 kiloliter (KL) per tahun di Banyuwangi, Jawa Timur.

Pabrik tersebut dibangun oleh Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) bekerja sama dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN).

CEO PNRE John Annis menjelaskan bahwa PNRE memiliki peta jalan untuk mengembangkan bio-etanol hingga tahun 2031 untuk mendorong dekarbonisasi di sektor transportasi. Sementara itu, John memperkirakan permintaan biofuel akan mencapai 51 juta liter pada tahun 2034.

“Untuk bioetanol, kami ingin meningkatkan kapasitas produksi, salah satunya dengan mengaktifkan kembali pabrik di Banyuangi, Glenmore, agar dapat menerima bahan baku bioetanol tanpa mengganggu produksi gula,” kata John dalam keterangan resmi, Kamis. 14/11/2024).

Ia juga menyampaikan bahwa PNRE merupakan pionir bisnis rendah karbon milik Pertamina Group. Menurut dia, perseroan memiliki beberapa program untuk mendukung transisi energi. Menurut John, program tersebut didasarkan pada strategi pertumbuhan ganda.

“Karena kita masih membutuhkan bahan bakar fosil, tapi lebih bersih, dan pada saat yang sama kita perlu beralih ke bisnis rendah karbon. Jadi kita perbaiki bisnis tradisional dan kembangkan bisnis rendah karbon,” ujarnya.

Khusus di bisnis karbon, PNRE kini menjadi pemain utama perdagangan kredit karbon di Indonesia dan menguasai 93 persen pasar.

John mengatakan kredit karbon PNRE tidak hanya berasal dari pembangkit listrik berenergi rendah karbon tetapi juga dari Nature Based Solutions (NBS).

Ia mengklaim bahwa 864.000 ton kredit karbon CO2 terjual tahun lalu setelah peluncuran perdagangan karbon. Pada inisiatif NBS ini, kata John, Pertamina menggandeng mitra strategis.

“Guna mempercepat transisi energi dan mencapai target 75 GW listrik berbasis EBT dalam 15 tahun ke depan, diperlukan kolaborasi agar investasi dan pengembangan EBT lebih agresif dan terjangkau oleh masyarakat di Indonesia.” – kata Yohanes.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel