Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mengatakan dengan berlakunya asuransi wajib perdata (TPL) pada tahun 2025, akan terjadi persaingan bisnis antara asuransi syariah dan asuransi konvensional.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin H. Noekman mengatakan pembahasan pangsa pasar yang bisa diambil oleh asuransi syariah TPL masih sangat jauh karena aturan pelaksanaannya belum diterbitkan.
Pihak kami hanya berharap negara menghormati sila pertama Pancasila, bahwa negara harus hadir untuk menjamin kewarganegaraan sesuai keyakinan, kata Erwin dalam pertemuan di Jakarta, Selasa (23/7/2024).
Saat ini, pemerintah sedang menyusun peraturan untuk memperkenalkan asuransi kewajiban wajib. Belum diputuskan siapa yang akan mengelola asuransi tersebut.
“Kalau ada yang mau beli syariah, jangan patah semangat, artinya ada pilihan. Bagi yang tidak mau, silakan saja. Terserah individu masing-masing,” lanjutnya.
Ketika pemerintah menyelesaikan peraturan penerapan asuransi kewajiban wajib, AASI berupaya memastikan bahwa perusahaan anggotanya memiliki keterampilan dan kemampuan yang sesuai.
Tujuannya agar asuransi syariah mampu bersaing dengan asuransi konvensional.
AASI belum mematok target berapa potensi pendapatan yang diterima perusahaan asuransi syariah papan atas dari TPL wajib ini.
“Pada akhirnya, ini lagi-lagi kompetisi gulat bebas. Ini mempertahankan semua profesional. Kami belum menetapkan nomor tertentu. Tidak adil jika menetapkan nomor tertentu,” ujarnya.
Erwin juga menyampaikan, asumsi AASI pada pidato wajib TPL ini mengingat ada dua hal krusial yang perlu dipastikan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan sebelum disampaikannya TPL.
Pertama, pemerintah memastikan besaran iuran premi asuransi dapat diterima baik oleh masyarakat maupun perusahaan asuransi.
Kedua, pendidikan masyarakat mengenai asuransi harus ditingkatkan sehingga tidak timbul kontroversi ketika asuransi tanggung jawab menjadi wajib.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan ada potensi penetrasi asuransi jika TPL diwajibkan. Hal ini mengacu pada persediaan kendaraan bermotor di Indonesia saat ini.
AAUI sendiri mengusulkan agar pembayaran iuran TPL dimasukkan dalam komponen pajak kendaraan.
Ia memperkirakan terdapat sekitar 120 juta kendaraan roda dua dan 90 hingga 110 juta kendaraan roda empat.
Namun permasalahannya saat ini terletak pada kepatuhan perpajakan. Dia mencatat, pajak saat ini tidak lebih dari 60% jumlah kendaraan bermotor di Indonesia.
“Kalau masyarakat melihat pajak kendaraan setiap tahunnya naik, mau tidak mau harus membayar. Wajar saja. Tidak mungkin tidak membayar. Kalau tidak dibayar, mereka tidak bisa membayar.” Kalau mengoperasikan kendaraannya, mereka akan ditilang,” kata Budi.
Untuk berita dan artikel lainnya, kunjungi Google Berita dan WA Channel