Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar tentang kurangnya transparansi pemerintah dalam penerapan undang-undang pemungutan. 

Di satu sisi, pemerintah menegaskan LACE akan ditingkatkan menjadi 12% pada tahun depan, namun di sisi lain, pemerintah ingin menunda penerapan pajak karbon yang ingin diberlakukan pada tahun 2022.

Fajry menjelaskan kenaikan PPN dan penerapan pajak karbon akibat UU No. 7 Tahun 2021 tentang Penyatuan Undang-Undang Perpajakan (UU HPP). Namun, pemerintah nampaknya memilih kontrol pemerintah dalam UU HPP.

“Keduanya ada masa penerapannya [dalam UU HPP]. Masalah politiknya sama, ada dalam undang-undang,” kata Fajry kepada Bisnis, Kamis (10/10/2024).

Dalam UU HPP diputuskan bahwa pajak karbon harus diterapkan pada 1 April 2022. Pemerintah memutuskan menundanya hingga 1 Juli 2022. Namun pemerintah tidak memiliki pajak karbon.

Sebaliknya penundaan ini tidak mempengaruhi tarif PPN. Direktur Jenderal Pendapatan (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan kenaikan suku bunga menjadi 12% akan berlaku efektif pada Januari 2025, sesuai amanat UU HPP.

Fajry menilai, lemahnya kemauan politik negara mencerminkan lemahnya kemauan politik. Ia juga memperingatkan bahwa sistem perpajakan akan menjadi negatif di masa depan.

“Efeknya ke pembayaran karbon, kebijakan ini luar biasa. Apalagi di APBN 2025 tidak ada pajak karbon,” ujarnya.

Sebelumnya, Dwi Astuti, Direktur Konsultan, Pelayanan dan Hubungan DJP, mengatakan timnya akan mengikuti amanat undang-undang HPP untuk menyelesaikan PPN. Tarif PPN diperkirakan akan meningkat sebesar 1% dari 11% menjadi 12% pada tahun depan.

“Pemberlakuan tarif LAKE sebesar 12% merupakan kekuatan undang-undang HPP. Kita diarahkan pada jangka waktu penerapan kekuatan undang-undang HPP yaitu paling lambat tanggal 1 Januari 2025,” kata Dwi Bisnis, ujarnya. pada Kamis (10). /10/2024).

Sementara soal pajak karbon, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah masih menyiapkan regulasi teknis sesuai Kementerian Keuangan (PMK) sebelum pajak karbon berakhir. Pemerintah, kata dia, juga harus fokus pada ketersediaan energi.

“Kami masih mempersiapkan gedung-gedungnya, sesuai aturan dan regulasi, kesiapan ekonomi dan energi,” kata Sri Mulyani yang ditemui di Djakarta Theater, Sabtu (24/8/2024).

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel