Bisnis.com, JAKARTA – Antusiasme investasi di sektor minyak dan gas (migas) disebut-sebut menjadi kunci penyelesaian permasalahan makroekonomi, khususnya terkait fluktuasi nilai tukar rupee terhadap dolar AS. 

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan komoditas energi sangat rentan menyebabkan kenaikan harga bagi konsumen karena sebagian besar produk, termasuk minyak dan gas, masih diimpor. 

“Yang penting investasi di migas dulu. Itu benar-benar menyelesaikan semua permasalahan makroekonomi,” kata Komaidi, Senin (23) dalam Focus Group Discussion (FGD) Bisnis Indonesia: Menarik Investor Migas untuk Kepentingan atau Energi Nasional. Kata keamanan. ). /9/2024). 

Menurut catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada tahun 2023 akan terjadi perbedaan yang signifikan antara produksi minyak dan impor minyak nasional dalam neraca minyak Indonesia.

Produksi minyak tahunan Indonesia sebesar 221 juta barel, dan impornya sebesar 297 juta barel, termasuk 129 juta barel minyak mentah dan 168 juta barel bahan bakar minyak. Impor minyak bumi yang besar untuk konsumsi berbagai sektor pada tahun lalu mencapai Rp396 triliun sehingga menguras devisa negara.

“Kalau investasi datang, nilai tambah ekonomi datang dan multiplier datang. Kalau ditemukan cadangan, produksi meningkat. Malah neraca keuangan kita bagus,” ujarnya. 

Selain itu, impor LPG tercatat mencapai 6 juta ton per tahun dengan perkiraan nilai setara US$3,45 miliar atau Rp55,8 miliar. ESDM mencatat pembelanjaan divisi yang signifikan sebesar Rp 450 triliun setiap tahunnya untuk minyak dan gas, termasuk LPG, untuk impor LPG. 

Artinya, mayoritas [migas], 80%, berasal dari impor. Saya kira itu yang harus saya waspadai. Itu kemudian untuk menyelesaikan masalah itu, termasuk bagaimana memperbaiki checkpoint dan sebagainya, jelasnya. . 

Di sisi lain, Komaidi juga menyoroti alasan 37% investasi hulu migas (capex) Gloval dialihkan pada aktivitas hulu migas di benua Amerika, termasuk Amerika Utara (37%) serta Amerika Tengah dan Selatan. (10%). 

Selain itu, permasalahan utama di lingkungan usaha hulu migas masih bertumpu pada payung hukum yang menyebabkan menurunnya investasi yang masuk ke sektor hulu migas Indonesia. 

Sementara data SKK Migas menunjukkan realisasi investasi migas berorientasi produksi pada semester I/2024 mencapai US$ 5,6 miliar. Sementara target realisasi investasi migas hingga akhir tahun ini dipatok sebesar 17,7 miliar dolar AS.

“Di sektor migas, permasalahannya sama, terus berulang. Kita punya UU Migas sebagai payung hukum tertinggi, sudah ditinjau sejak 2008, yakni sekitar 16 tahun.” belum pernah selesai sebelumnya, kecuali tiga pemerintahan,” ujarnya. 

Padahal, jaminan hukum ini penting untuk mendorong investasi migas yang selama ini terkendala perizinan yang melibatkan sekitar 17 K/L atau hampir 400 perizinan yang harus diselesaikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel