Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen menegaskan rencana kesepakatan Pilar II perpajakan global masih akan tertunda jika India dan China tidak ikut serta dalam kesepakatan tersebut.

Yellen mengatakan partisipasi India dan Tiongkok dalam rencana kesepakatan itu tidak terlihat.

Menurut Bloomberg News, Perdana Menteri Yellen menghadiri pertemuan para menteri keuangan G7 yang diadakan di Stresa, Italia pada hari Sabtu dan mengatakan kepada wartawan, “India khususnya bersikap defensif dan Tiongkok sama sekali tidak terlibat dalam negosiasi ini.” Minggu (26 Mei 2024).

Perdana Menteri Yellen menekankan bahwa partisipasi India dan Tiongkok sangat penting dalam rencana perjanjian pajak global.

“Kami jelas membutuhkan India dan Tiongkok untuk berpartisipasi dalam hal ini,” lanjut Yellen.

Pada tahun 2021, sekitar 140 negara menandatangani perjanjian inovatif yang bertujuan untuk mereformasi cara perpajakan perusahaan multinasional besar.

Sedangkan pajak minimum untuk perusahaan adalah 15%, sehingga nantinya negara-negara low tax haven bisa kita hilangkan.

Selain itu, negara akan memungut sebagian pajak keuntungan dari perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di negara tempat kantor pusatnya berada, dan pajak ini akan didistribusikan ke berbagai negara tempat perusahaan tersebut beroperasi untuk menghasilkan pendapatan.

Para perunding yang dipimpin oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) telah berjuang untuk menyelesaikan rinciannya, dan banyak negara telah menandatangani perjanjian multilateral untuk melaksanakan hasil-hasil perjanjian tersebut.

Pemerintahan Joe Biden sangat aktif dalam mendukung perjanjian yang memerlukan persetujuan kongres untuk melaksanakannya, sehingga mereka bekerja keras untuk menyelesaikan persyaratan pastinya.

Seorang pejabat senior Departemen Keuangan AS mengatakan pemerintahan Biden akan menyerahkan perjanjian tersebut kepada Senat AS jika setuju untuk menandatanganinya.

Pada Sabtu (25 Mei 2024) Yellen mengumumkan rincian aturan seputar harga transfer yang belum terselesaikan.

Yellen mengatakan ada banyak ketidakpastian seputar perselisihan pajak besar dengan perusahaan multinasional.

“Ini adalah area dengan banyak ketidakpastian bagi perusahaan multinasional dan area di mana terjadi perselisihan pajak yang sangat besar,” kata Ketua Yellen, seperti dikutip Bloomberg.

Dia menambahkan bahwa hal ini sudah sangat penting sejak lama dan sebagian besar negara menyetujui rencana perjanjian tersebut. 

“Sebagian besar negara setuju dengan hal ini,” kata Ketua Yellen.

Yellen menekankan bahwa Amerika Serikat tidak akan menandatangani perjanjian tersebut kecuali ada kesepakatan luas mengenai aturan transfer pricing.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Italia Giancarlo Giorgetti mengungkapkan kebuntuan dalam pertemuan tersebut.

“Kita menemui jalan buntu, jalan buntu,” ujarnya dalam jumpa pers, Sabtu (25 Mei 2024), seperti dikutip Bloomberg, Minggu (26 Mei 2024).

Ia pun mengatakan pihaknya sangat berharap bisa berbuat lebih baik.

“Kami sangat berharap bisa berbuat lebih baik,” ujarnya di Bloomberg Television, Jumat (24 Mei 2024).

Sekretaris Jenderal OECD Matthias Komann mengatakan OECD sedang berupaya untuk menandatangani perjanjian tersebut pada akhir Juni 2024.

Keterlambatan lebih lanjut dalam peraturan perpajakan global telah menyebabkan gangguan yang lebih luas terhadap peraturan perpajakan dan perselisihan dagang yang serius.

Banyak negara yang mengancam akan mengenakan pajak baru pada layanan digital. Di sisi lain, banyak perusahaan teknologi meresponsnya dengan menolak pajak layanan dan berharap pajak tersebut dihapuskan melalui perjanjian pembagian pajak.

Pajak digital nyaris menjadi penyebab perang dagang antara Amerika Serikat dengan beberapa negara, termasuk sekutu terdekatnya, Uni Eropa. (Ahmad Yahya)

Simak berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel.