Bisnis.com, TANGERANG – Pemerintah melirik kendaraan berteknologi hybrid (HEV) yang dipadukan dengan bahan bakar etanol sebagai pilihan menarik untuk mengurangi emisi.
Markas Besar Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan pengenalan mesin fleksibel dapat dipadukan dengan kendaraan listrik menjadi kendaraan hybrid yang menggunakan bahan bakar nabati seperti solar atau etanol.
Mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar nabati dan menggabungkan teknologi hibrida berarti hampir tidak ada emisi dari mobil, katanya. Sekaligus terus berkontribusi terhadap optimalnya kinerja industri otomotif.
“Mungkin ini solusi yang baik untuk transisi ke kendaraan listrik karena konsumen ragu dan sering bertanya kapan ekosistem kendaraan listrik bisa tercipta,” ujarnya pada Gaikindo International Automotive Conference di ICE BSD Tangerang, Selasa (23 Juli 2024). . .
Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Perindustrian dan Transportasi Kelautan, Kementerian Koordinator Bidang Kelautan dan Perikanan, Firdaus Manti, mengatakan transisi dari bahan bakar minyak ke sektor transportasi memerlukan teknologi yang berbeda.
Beberapa teknologi yang dapat digunakan adalah elektrifikasi, biodiesel, bioetanol dan bentuk energi lain seperti hidrogen dan amonia.
“Ke depan pilihan utamanya mungkin biofuel atau hybrid, tapi dengan biofuel. “Jadi akan lebih bersih dibandingkan fosil hibrida karena kami mengincar tujuan NZE untuk membuatnya lebih cepat,” jelasnya.
Namun, ia juga menekankan bahwa transisi ini akan memakan waktu sebelum bahan bakar fosil benar-benar dihilangkan dari sektor transportasi.
Pemerintah juga sebenarnya telah memiliki peta jalan pemanfaatan bioetanol berdasarkan Proklamasi Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang percepatan swasembada gula nasional dan ketersediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (biofuel).
Pasal 3(1) resolusi tersebut memberikan peta jalan bagi pasokan bioetanol untuk meningkatkan hasil tebu sebesar 93 ton per hektar melalui perbaikan praktik pertanian dalam bentuk penanaman, penanaman, pemeliharaan, pemotongan dan transportasi.
Kemudian ditambah 700.000 hektare perkebunan tebu baru yang berasal dari lahan perkebunan, lahan tebu Ralgrat, dan lahan hutan.
Kemudian perlu dilakukan peningkatan efisiensi, utilisasi dan kapasitas pabrik gula untuk mencapai rendemen sebesar 11,2% dan peningkatan produksi bioetanol pada pabrik tebu minimal 1,2 juta kl.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.