Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Investasi dan Badan Koordinasi Integrasi/Penanaman Modal menyadari kualitas sumber daya manusia Indonesia yang masih kalah dibandingkan negara lain menjadi tantangan tersendiri dalam menarik investor Indonesia.
Wakil Menteri Negara Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi ke bawah/BKPM Nurul Ichwan menjelaskan, setidaknya ada empat aspek utama yang menjadi pertimbangan investor sebelum menanamkan modalnya di suatu negara.
Pertama, aspek pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Artinya investor menginginkan negara dengan landasan ekonomi yang baik dan masa depan yang baik.
“Sejauh ini pertumbuhan ekonomi [Indonesia] bagus ya, rata-rata masih 5%, lebih dari 5%,” kata Ichwan kepada Bisnis, Senin (11/11/2024).
Kedua, dekat dengan pasar atau konsumen. Menurutnya, Indonesia juga mempunyai keunggulan dalam hal ini karena jumlah penduduknya yang besar dan daya beli masyarakatnya yang tetap.
Ketiga, kedekatan sumber daya alam. Ichwan menjelaskan, pemerintah telah mengidentifikasi 28 produk unggulan dari delapan sektor, mulai dari nikel, timah, tembaga, batu bara, kelapa sawit, udang, rumput laut, kobalt hingga pala.
Ia meyakini 28 barang tersebut akan dibutuhkan oleh produsen global dalam menjalankan aktivitas produksinya. Oleh karena itu, kata dia, Indonesia juga memiliki keunggulan dari segi sumber daya alam.
Keempat terkait kapasitas sumber daya manusia (SDM). Ichwan tak memungkiri, Indonesia masih mempunyai pekerjaan rumah terkait hal tersebut.
Meski demikian, ia mengungkapkan, Presiden Prabowo Subianto memang berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagaimana tertuang dalam visi dan misi Asta Cita.
“Jadi harapannya dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, setidaknya dapat dipenuhi empat kriteria utama bagi investor dalam memilih negara untuk berinvestasi,” jelas Ichwan.
Selain keempat aspek utama tersebut, ia juga menyatakan BKPM akan terus berupaya menciptakan lingkungan yang mendukung bagi penanaman modal. Misalnya, BKPM akan terus memfasilitasi penerbitan izin usaha dan memberikan insentif menarik bagi investor. Bersaing dengan negara tetangga
Indonesia kerap menjadi pengganti investor asing untuk menanamkan modalnya di tengah ketegangan perang dagang antara Amerika dan China. Namun, Indonesia harus bersaing ketat dengan negara tetangganya di ASEAN.
Yusuf Randy Manilet, Ekonom Pusat Reformasi Ekonomi Indonesia (Basic), menjelaskan perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok akan semakin meningkat, terutama pasca pemilu presiden AS tahun 2025-2029 yang dipimpin Donald Trump.
Trump berencana menaikkan tarif barang impor, terutama yang berasal dari Tiongkok. Akibatnya, perusahaan multinasional di China akan berusaha mencari negara alternatif karena takut penjualan produknya menurun.
Dalam konteks ini, negara berkembang seperti Indonesia akan menjadi tujuan investasi baru. Namun Yusuf mengingatkan, Indonesia bukan satu-satunya pilihan karena Vietnam, Malaysia, dan Thailand juga akan menarik investor asing.
“Melihat dari berbagai aspek, termasuk misalnya prospek ekonomi, akses terhadap sumber daya manusia, dan stabilitas politik, saya pikir negara-negara tetangga seperti Vietnam atau Malaysia masih akan lebih mendukung [pemilihan umum],” kata Yusuf kepada Bisnis, Senin Bisnis, Senin (11/11/2024).
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah Indonesia mempunyai tantangan yang sulit dalam menarik investor asing.
Sementara itu, lembaga pemeringkat kredit internasional Moody’s Ratings meyakini arus perdagangan dan investasi akan mengalir ke ASEAN dan India setelah Trump berhasil memenangkan pemilu AS pada 2024.
Proyek Moody’s, yang disukai pemerintahan Trump, adalah kebijakan ekonomi proteksionis. Artinya, Trump akan menerapkan pajak perdagangan yang lebih tinggi dan memperketat investasi strategis.
Sehingga perang dagang antara AS dan China akan semakin panas. Perusahaan multinasional di Tiongkok juga akan berusaha mencari negara alternatif.
“Hal ini akan berdampak negatif pada perekonomian Tiongkok dan akibatnya menghambat pertumbuhan regional.” Namun, langkah tersebut dapat bermanfaat bagi India dan ASEAN [Asia Tenggara],” demikian laporan terbaru Moody’s yang dirilis Senin (11/11/2024).
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel