Bisnis.com, JAKARTA – Meningkatnya perumahan bersubsidi yang terbengkalai diduga disebabkan oleh lokasi yang kurang strategis dan minimnya akses transportasi umum. Pemerintah didesak untuk membentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mensubsidi angkutan umum.
Proyek perumahan bersubsidi seringkali terhambat karena akses jalan dan transportasi umum yang tidak memadai, kata Joko Setizwarno, wakil presiden pemberdayaan dan pembangunan daerah di Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI). Akibatnya, banyak warga perumahan bersubsidi yang lebih memilih mencari tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerjanya untuk menekan biaya transportasi.
Ia menekankan bahwa aksesibilitas dan layanan transportasi umum yang memadai sangat penting untuk menyelesaikan masalah kemacetan, polusi, dan biaya hidup.
Joko dalam keterangannya, Minggu (23/6/2024), mengatakan, “Banyak perumahan bersubsidi yang mangkrak karena kurangnya layanan transportasi umum, sehingga masyarakat enggan membeli rumah meski mendapat subsidi.”
Dia menilai kondisi transportasi perkotaan dan pedesaan semakin memburuk. Di antara 38 ibu kota provinsi, hanya 15 kota yang berupaya memperbaiki angkutan umum legal dan menghapuskan subsidi atau biaya pelayanan kepada masyarakat, ujarnya.
Ia juga menyoroti terbatasnya ruang dalam anggaran DIPA subsidi transportasi Kementerian Perhubungan. Sementara itu, sebagian anggaran subsidi angkutan darat pada tahun 2024 tercatat sebesar Rp1,49 triliun, meliputi 367 trayek bus perintis Rp212,28 miliar, 35 trayek antarmoda (Bus KSPN) Rp63,9 miliar, subsidi angkutan barang pada 6 trayek (6 provinsi). Rp22,2 miliar, 270 kapal penyeberangan terdepan Rp622,6 miliar, 2 kapal penyeberangan RoRo jarak jauh Rp18 miliar, subsidi angkutan perkotaan di 10 kota Rp500 miliar, dan IKN (Balikpapan – IKN) 5 miliar.
Jadi menurut dia, Kementerian Keuangan membutuhkan DAC untuk membiayai angkutan umum yang memuat DIPA. Nantinya, DAK dapat disalurkan kepada pemerintah daerah yang sudah mulai meningkatkan fasilitas dan pelayanan angkutan umum di daerahnya.
Lebih lanjut, Joko juga mengusulkan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Dia mengatakan subsidi bahan bakar harus diprioritaskan hanya pada angkutan umum penumpang dan barang.
Selanjutnya diberikan insentif program pelayanan kepada beberapa daerah dalam kurun waktu tertentu yang diserahkan kepada pemerintah daerah untuk pengelolaan operasional dan pembiayaannya, ujarnya.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Jumat (14/6/2024), di tengah kontroversi Tabungan Perumahan Rakyat (Tepera), muncul situasi cukup mengejutkan di sebuah rumah subsidi di Villa Kenkana Sikarang.
Rumah subsidi yang diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2017 lalu banyak yang kini terbengkalai karena pemiliknya sudah lama tidak tinggal di sana.
Situasi tersebut nampaknya berbanding terbalik dengan data ketimpangan kepemilikan rumah (backlog) yang masih dilaporkan pada level 9,9 juta. Sekadar informasi, salah satu alasan pemerintah menerapkan TAPERA adalah untuk mengurangi jumlah backlog perumahan.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (DPP REI) Joko Suranto mengungkapkan, ada implikasi ganda jika pemerintah tidak segera menambah kuota pembiayaan perumahan bersubsidi atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Joko mengatakan, penerapan kebijakan tersebut diperlukan agar tidak mengundang ketidakpastian pada lini bisnis sektor properti yang terancam melakukan penghematan besar-besaran akibat stagnannya pembangunan perumahan bersubsidi.
“Kalau pengusaha [dampaknya kalau FLPP tidak diperpanjang] bisa berkurang pendapatannya. Jadi ketika pengusaha ini harus berhenti [pembangunan perumahan] dan mereka tidak yakin,” kata Joko kepada Bisnis, Rabu (19/6/2024). jika dikoordinasikan dengan pembiayaan FLPP, maka akan mengakibatkan PHK.”
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel