Bisnis.com, JAKARTA – Dalam 10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, upaya peningkatan indeks Kemudahan Berbisnis (EoDB) menjadi landasan kebijakan perekonomian Indonesia.

Program pengawasan regulasi, izin penanaman modal melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), pemetaan proses pelayanan, pengunduhan dan lahirnya paket reformasi hukum UU Ketenagakerjaan melalui program omnibus legislasi.

Semua upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan spesialisasi fasilitasi kerja dan meningkatkan investasi di Indonesia.

Bahkan dalam siaran persnya pada tahun 2021, Kantor Presiden menyebutkan lahirnya UU Ketenagakerjaan akan mengangkat EoDB Indonesia ke peringkat 40 190 negara pada tahun 2024.

Pada akhir tahun 2023, Indonesia hanya berhasil menduduki peringkat ke-73. H.

Dalam bisnis berbasis sumber daya (SDA) yang masih terbesar di Indonesia, seperti kehutanan, pertanian, pertambangan, industri migas, masih banyak indikator komersial yang perlu ditingkatkan.

Jenis industri ini ditandai dengan kebutuhan akan lahan atau lahan yang luas, untuk menambah modal, dan dapat menyebabkan perubahan lingkungan serta hubungan-ekonomi dan budaya pada tingkat lokal dan regional. Oleh karena itu, tantangan untuk mencapai kesederhanaan bisnis pun semakin meningkat.

Dari sisi pengelolaan, erat kaitannya dengan kebijakan perizinan hutan dan lahan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Pertanian dan Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional (Badan Pertanahan Nasional). . ATR/BPN), karena penguasaan penuh atas tanah tersebut terbagi menjadi dua cabang.

Hutan berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan kawasan yang tidak memiliki hutan disebut Kawasan Penggunaan Lain (APL) yang berada di bawah naungan Kementerian ATR/BPN. Berdasarkan data KLHK tahun 2023, daratan Indonesia terbagi menjadi hutan yang mencakup 64% dari total daratan atau 120 juta ha dan sisanya APL sebesar 67,5 juta ha.

Dampak dari penyelenggaraan kedua departemen tersebut di pedesaan seringkali menimbulkan ketidakpastian hukum mengenai hak atas tanah, sehingga tidak dapat memperoleh hak atas tanah. karena ini merupakan salah satu hutan yang tidak dapat diberikan haknya oleh Kementerian ATR/BPN. Kenyataannya, sertifikat hak yang diterbitkan oleh kantor ATR/BPN seringkali bermasalah karena berkaitan dengan kawasan hutan sehingga dibatalkan oleh pengadilan.

Hal ini juga dirasakan dalam kebijakan perizinan usaha berbasis sumber daya alam, kedua cabang tersebut baik langsung maupun tidak langsung, seringkali tidak menemukan kesatuan dan terjadi pertentangan antar kekuasaan, serta pertentangan yang tidak wajar pada pemegang izin. akan bertahan lama dan harus diselesaikan melalui pengadilan.

Dampak langsung yang sering dikritik oleh para pelaku usaha berbasis sumber daya alam yang ingin memperoleh hak atas tanah atau izin pemanfaatan lahan dan hutan, adalah sulitnya dan lamanya jalur izin harus dikelola oleh dua departemen masing-masing. . itu. Penyalahgunaan kewenangan izin terus dilakukan, untuk melindungi keimanan para pengusaha dari korupsi dan rasa berpuas diri dalam memperoleh izin.

Kekurangan-kekurangan tersebut dan lemahnya penegakan hukum menjadi penghambat peningkatan kemudahan berusaha di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto harus bisa memperbaiki pemisahan kekuasaan antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN serta memperkuat kebijakan untuk mendukung fasilitasi akses hak pedesaan dan fasilitasi pekerjaan. bagi masyarakat dan pengusaha.

Isu penggabungan Kementerian Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN serta pemulihan independensi pengelolaan lingkungan hidup dari lembaga lain yang digagas pemerintah terpilih baru-baru ini dapat dimaknai sebagai perbedaan politik dan pengelolaan, meski prosesnya akan aman. tidak bekerja dengan baik dan cepat.

Penarikan kepentingan kalangan masyarakat yang puas dengan sistem hukum yang berlaku saat ini, ditengarai enggan menerima perintah penggabungan kedua departemen tersebut.

Mewujudkan keadilan, efisiensi dan kepastian hukum dalam tujuan penggabungan Kementerian Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN harus fokus pada upaya mencapai pemerataan dan distribusi kepentingan sumber daya, untuk menjamin terwujudnya kesetaraan dan hak antar masyarakat dan perusahaan. pembuat film.

Kebijakan yang dikembangkan di masa depan harus meningkatkan implementasi administrasi untuk memberikan kesempatan kepada pemilik usaha untuk mendapatkan jaminan bisnis dan hubungan sosial yang aman.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel