Bisnis.com, Jakarta – Beberapa hari terakhir, fenomena maraknya pertukaran kredit yang berkaitan dengan kaum muda menjadi sorotan publik. Generasi muda kini lebih memilih menggunakan pinjaman online dibandingkan mengajukan pinjaman ke bank tradisional.

Hal ini didorong oleh perubahan pola keuangan manusia yang menjadikan produk, layanan keuangan digital, atau teknologi keuangan (fintech) semakin maju.

Data dari pemangku kepentingan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan bahwa jumlah pemain yang berpartisipasi dalam layanan fintech meningkat sehingga berdampak pada peningkatan keuangan yang sangat besar. layanan. .

Masyarakat saat ini juga enggan menggunakan layanan keuangan fisik dan mulai beralih dari layanan fisik ke layanan digital.

Sangat sedikit orang yang mengunjungi cabang bank lebih dari dua kali sebulan. Tidak mungkin juga ada individu yang sudah setahun tidak ke cabang bank. Dampaknya, jumlah kantor cabang bank di Indonesia mengalami penurunan. Data BI mencatat penurunan lebih dari 5.000 kantor cabang bank yang ditutup selama 2019-2023.

Saat ini data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2023 menunjukkan tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 79,5% atau 221,56 juta orang. Dengan meningkatnya penetrasi internet yang sangat besar, penggunaan ponsel pintar pun berkembang pesat.

Digital Report 2024 Indonesia yang diterbitkan Data Report We Are Social mencatat jumlah pemilik ponsel pintar di Indonesia pada awal tahun 2024 sebanyak 353,3 juta jiwa atau 126,8% dari total penduduk Indonesia. Statistik ini menunjukkan apa yang baik dari kondisi digital dan penggunaan teknologi di Indonesia.

Didorong oleh meluasnya penggunaan Internet dan perubahan pola penggunaan jasa keuangan, hal ini menggeser akses terhadap produk keuangan dari pembiayaan investasi publik. Masyarakat akan lebih mudah membeli produk investasi keuangan mulai dari saham perusahaan hingga surat berharga negara atau SBN.

Selain itu, adanya wabah Covid-19 pada tahun 2020-2022 yang mendongkrak penggunaan ponsel pintar oleh manusia. Hingga 20% masyarakat Indonesia menggunakan internet rata-rata lebih dari 8 jam sehari selama epidemi. Salah satu dampak positifnya adalah jumlah investor di Indonesia meningkat.

Pada masa pandemi Covid-19, jumlah investor di pasar modal SBN dan aset kripto meningkat. Misalnya di pasar modal pada tahun 2020 jumlah investornya hanya 3,9 juta, dan pada tahun 2021 jumlah tersebut meningkat menjadi 7,5 juta investor atau meningkat hampir 100%. Pada tahun 2023, jumlah investor pasar modal akan mencapai 12 juta. Situasi serupa juga terjadi di pasar perangkat lainnya.

Namun, dibalik pesatnya kemajuan teknologi internet dan smartphone di Indonesia, terdapat risiko tersembunyi. Terdapat tidak kurang dari 1.135 laporan terkait investasi, termasuk perusahaan terkait investasi dan manajer investasi. Dibandingkan tahun 2022, jumlah ini meningkat sebesar 46%. Laporan untuk perusahaan yang bergerak di sektor komersial di masa depan tidak disebutkan. Bahkan, laporan ke perusahaan investasi berjangka mencapai 41.000. Sebagian besar pemberitaan menyatakan bahwa penipuan dan penggelapan dilakukan oleh terduga pelaku dalam kasus ini, yaitu perusahaan investasi dan manajer investasi.

Salah satu penyebab maraknya penipuan dan penipuan dana investasi adalah tidak meratanya tingkat literasi keuangan masyarakat. Data terakhir yang dirilis OJK menunjukkan indeks literasi keuangan Indonesia sebesar 65,43% dan inklusi keuangan mencapai 75%.

Artinya banyak dari kita yang memiliki produk keuangan perbankan namun belum memahami produk keuangan, termasuk investasi. Namun menurut OJK, terjadi peningkatan tajam pengaduan konsumen terkait investasi ilegal pada Juni 2024, mencapai 125% dibandingkan tahun 2023. OJK juga menutup lebih dari 1.218 unit investasi ilegal di Indonesia.

Selain tingkat literasi keuangan, kemampuan digital masih dalam tahap pengembangan. Laporan Indeks Daya Saing Digital Indonesia 2022 yang dirilis Institute for Management Development (IMD) menempatkan Indonesia pada peringkat 51 dari 63 negara. Indonesia peringkat ke-40, Malaysia ke-31, dan Singapura ke-4.

Situasi ini juga meningkatkan risiko keamanan digital, seperti penipuan dan pencurian data yang akan dihadapi oleh manusia. Posisi tersebut juga didukung oleh data Statista yang dirilis pada kuartal II tahun 2023 yang menegaskan bahwa industri online menjadi lembaga keuangan yang paling banyak menjadi sasaran serangan penipuan di Indonesia.

Rendahnya keterampilan digital dan literasi keuangan mengakibatkan kemampuan masyarakat dalam memilih dan memilah instrumen investasi juga rendah. Data OECD mengenai skor literasi keuangan digital menunjukkan bahwa skor Indonesia masih lebih rendah dibandingkan rata-rata OECD. Indeks OECD berada di peringkat 55, sedangkan Indonesia tetap di peringkat 40. Akibatnya, investasi ilegal semakin merajalela.

Investasi ilegal di masyarakat semakin hari semakin meningkat. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai investasi, serta kepercayaan masyarakat terhadap investasi ilegal yang menjanjikan keuntungan jangka pendek yang lebih tinggi dibandingkan investasi legal.

Tidak berhenti sampai disitu saja bagi sebagian masyarakat yang perekonomiannya belum cukup stabil, keuntungan jangka pendek dianggap sebagai alat penangkapan ikan yang efektif untuk memperbaiki keadaan keuangannya agar dapat terus hidup.

Peningkatan indeks literasi keuangan tentunya membutuhkan peran berbagai pihak, termasuk perbankan. Peran ini dapat diperoleh dari pengembangan perangkat lunak untuk memfasilitasi proses literasi perangkat lunak dan proses transaksi investasi mereka. Beberapa bank besar telah mengembangkan program perbankan digital yang dapat memudahkan investasi masyarakat, khususnya pada produk reksa dana dan SBN. Langkah tersebut dipandang sebagai cara untuk memberikan perlindungan kepada calon klien yang ingin mulai berinvestasi.

Untuk menarik aspirasi dan memudahkan masyarakat dalam mengakses aplikasi keuangan dan perbankan digital, diharapkan tampilan software yang disediakan dapat mudah dipahami dan disesuaikan dengan kebutuhan nasabah. Di Indonesia, Kata Data Insight Center merilis survei persepsi konsumen terhadap aplikasi keuangan dan perbankan.

Salah satunya adalah OCTO Mobile dari CIMB Niaga yang memenuhi kriteria kemudahan penggunaan atau ease of use sehingga memudahkan nasabah dalam memahami dan yakin dalam memilih produk investasi yang aman. Selain OCTO Mobile, banyak layanan perbankan digital yang memiliki layanan investasi digital di aplikasinya sehingga memudahkan nasabah dalam mengakses produk investasi digital.

Proses peningkatan literasi keuangan tidak mungkin dilakukan dalam jangka pendek. Seluruh pemangku kepentingan kebijakan harus hadir dengan peran dan divisinya masing-masing. Edukasi merupakan hal mendasar yang harus menunjang proses literasi keuangan. Literasi keuangan harus dimasukkan ke dalam kurikulum mulai dari pendidikan dasar. Aspek lainnya adalah perlindungan oleh regulator.

Dan terakhir, aspek keamanan operasional yang disediakan oleh lembaga keuangan. Aspek keamanan ini sangat penting diperkenalkan agar calon nasabah mempunyai kepercayaan terhadap pelaku jasa keuangan dalam proses investasinya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel