Bisnis.com, JAKARTA – Salah satu penyakit mata, katarak, masih menjadi masalah penglihatan terbesar di dunia, termasuk Indonesia.

Berdasarkan data WHO, pada tahun 2020 saja, di seluruh dunia, lebih dari 100 juta orang menderita katarak dan 17 juta diantaranya mengalami kebutaan. 

Di Indonesia, Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) menyebutkan terdapat 1,6 juta orang yang mengalami kebutaan, dan sekitar 80% disebabkan oleh katarak. 

Katarak merupakan penyakit mata yang menyebabkan lensa mata menjadi keruh. Gangguan ini menghalangi cahaya untuk menembus dengan baik sehingga menyebabkan penglihatan kabur, berbayang, dan silau. 

Terbatasnya pengetahuan tentang katarak menimbulkan anggapan bahwa penyakit ini hanya menyerang orang lanjut usia. Faktanya, katarak bisa terjadi pada siapa saja tanpa memandang usia.  

Meski bisa menyebabkan kebutaan, katarak bisa disembuhkan yang berarti harus dioperasi. Sayangnya, masih banyak orang yang menderita katarak tanpa dioperasi. 

Ironisnya, alasan sebagian besar penderita katarak tidak mengambil tindakan adalah karena penderita katarak tidak mengetahui dirinya mengidap penyakit mata tersebut. 

Kementerian Kesehatan menyatakan, selain penyebab utama, mereka tidak mengetahui adanya katarak (51,6 persen). Selain itu, penolakan pasien juga disebabkan karena kurangnya pembayaran (11,6 persen) dan ketakutan untuk dioperasi (8,1 persen). 

Kepala Eksekutif RS Mata JEC Kedoya DR. Dokter Stio Bodi Rianto mengatakan, perlu diketahui bahwa kurangnya pemahaman tentang katarak menjadi alasan utama pasien menolak menjalani operasi.

Salah satu faktornya, selain mengganggu kualitas hidup penderitanya karena ketergantungan pada orang lain, katarak juga memerlukan perubahan aktivitas karena gangguan penglihatan, dan ancaman terhadap kesehatan mental.

Katarak yang tidak diobati juga dapat menyebabkan gangguan kesuburan sehingga menimbulkan kerugian finansial yang signifikan. 

Kementerian Kesehatan memperkirakan rata-rata biaya pasien yang mengalami kebutaan hampir dua kali lipat dibandingkan biaya lainnya. 

Sedangkan pasien tunanetra kedua matanya diperkirakan mengeluarkan biaya Rp170-196 juta. Belum lagi penambahan biaya tidak langsung yang relatif besar akibat hilangnya produktivitas.

Mengenai kendala yang timbul karena keterbatasan biaya, Dr. Bodi menegaskan, masyarakat bisa memanfaatkan BPJS Kesehatan untuk menjalani operasi katarak.

“BPJS sangat membantu kami menurunkan angka kebutaan nasional, termasuk karena katarak. Setelah itu, kami di JEC juga akan menerima BPJS, asuransi, dan pembayaran lainnya untuk memudahkan operasi katarak,” jelasnya.

Pemerintah sendiri telah menjadikan penurunan angka kejadian gangguan penglihatan akibat katarak sebagai prioritas dalam “Rencana Penanggulangan Gangguan Penglihatan dalam Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan di Indonesia 2017-2030”. 

Selain itu, dalam rangka Bulan Peduli Katarak 2024 di bulan Juni, JEC juga akan memberikan layanan operasi katarak gratis kepada masyarakat pada bulan Oktober 2024.

“Ini adalah bagian dari inisiatif Becky Cataract yang telah berjalan lebih dari empat puluh tahun,” jelasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel