Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio margin bunga bersih (NIM) mengalami penurunan menjadi 4,59% pada Maret 2024 dari periode yang sama tahun lalu sebesar 4,77%.
Seperti diketahui, NIM memberikan contoh bagaimana suatu lembaga keuangan bekerja dalam menghasilkan keuntungan dari selisih antara pendapatan bunga yang diterima dan beban bunga yang dibayarkan. Semakin tinggi angka NIM maka semakin besar pula potensi keuntungan bank dari dana yang dikeluarkan.
Direktur Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, penurunan NIM disebabkan meningkatnya biaya pendanaan yang tidak diimbangi dengan kenaikan suku bunga.
“Dengan demikian, rasio terhadap aset (ROA) perbankan tercatat sebesar 2,62% pada Maret 2024, turun dibandingkan Maret 2023 sebesar 2,77%,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (19/5/2024).
Meski demikian, kata Dian, ROA dan NIM masih sangat tinggi. Hal ini ternyata terlihat baik karena kenaikan suku bunga kredit tidak sepenuhnya sejalan dengan kenaikan BI rate dan tentunya memberikan manfaat positif bagi masyarakat.
Khusus untuk Kelompok Perbankan Berbasis Modal Inti (KBMI) IV, Dian mengatakan NIM IV dan ROA KBMI IV mengalami penurunan dibandingkan tahun 2023, namun masih jauh lebih tinggi dibandingkan KBMI II dan III. Padahal jika dilihat dari efisiensi, kinerja KBMI IV masih baik dibandingkan KMI lainnya.
“Penurunan ROA KBMI IV terutama didorong oleh penurunan limit pinjaman yang tercermin dari penurunan NIM,” ujarnya.
Selain itu, peningkatan imbal hasil suatu surat berharga juga mempengaruhi profitabilitas bank karena adanya beban kerugian atas penjualan surat berharga tersebut. Hal ini terlihat dari meningkatnya beban kerugian penjualan Surat Berharga Negara (SSB) dan menurunnya porsi kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) perbankan.
“Perbankan mulai mengurangi porsi SSB untuk memenuhi kebutuhan pendanaan pinjaman,” ujarnya.
Sementara itu, menurut survei Maybank Sekuritas Indonesia yang baru-baru ini diterbitkan, fokus terhadap NIM perbankan akan terus berlanjut setelah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga menjadi 6,25% pada pertemuan terakhirnya.
Menurut analis Jeffrosenberg Chenlim dan Faiq Asad, persaingan pendanaan akan meningkatkan cost of fund sehingga menyebabkan NIM semakin rendah.
“Bank dengan biaya pendanaan lebih rendah akan lebih kuat dalam kondisi seperti ini,” tulisnya.
Hasilnya, kelompok ini memilih bank yang stabil, dengan biaya pendanaan rendah dan kualitas kredit yang kuat.
Urutan saran kami adalah BBCA, BRS, BMRI, BBRI, dan BBNI, demikian bunyi pernyataan itu.
Seperti diketahui, Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia alias BSI (BRS) Hery Gunardi mengatakan kinerja perseroan tidak akan banyak terpengaruh di tengah tingginya suku bunga. Di sana, komposisi dana CASA atau BSI berbiaya rendah mencapai 60,86% per Maret 2024.
Suku bunga tinggi pasti berdampak pada dana pihak ketiga (DPK), khususnya produk simpanan. Ada kenaikan CoF sedikit, tapi tidak banyak, ujarnya di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Saat ini CoF BSI bulan Maret mencapai 2,57% dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 2,13%, lebih rendah dibandingkan industri yang COF bulan Februari 2024 mencapai 3,36%.
Tak ketinggalan, Direktur Pusat Distribusi dan Keuangan Jasmine PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) juga menyatakan akan menaikkan suku bunga uang murah alias CASA menjadi 54%. Tujuan keuangan mikro adalah untuk mengurangi biaya modal perusahaan.
“Target kami [adalah tingkat CASA] sebesar 53-54%. CASA, sementara itu, berbasis transaksi. “Sebenarnya kita dapat suku cadang sampai 55%, tapi apa gunanya 55%, tapi harganya mahal,” ujarnya kepada tim pers, Kamis (25/4/2024).
Setelah itu, BTN akan mengakuisisi CASA dengan produk berbeda seperti bisnis tabungan dan peningkatan layanan mobile banking agar lebih sesuai dengan tren dan kebutuhan saat ini. Tak hanya itu, BTN juga meningkatkan keberhasilan CASA di bidang bisnis melalui bidang transaksi.
“Ada CASA korporasi, misalnya jasa komersial dan masih banyak lagi yang menawarkan fee based income,” ujarnya.
Jasmin mengatakan saat ini cost of fund BTN berkisar 3,5%. Perusahaan kemudian akan menurunkan CoF di bawah 3,5% pada akhir tahun. Namun, tambah Jasmin, situasi CoF BBTN juga sangat bergantung pada suku bunga BI dan suku bunga The Federal Reserve.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) memilih untuk terus mempertahankan marginnya pada tingkat yang stabil. Perlu diketahui, NIM BCA saat ini berada di angka 5,6% pada kuartal I 2024, sama dengan periode yang sama tahun lalu.
Sebelumnya, CFO BCA Vera Eve Lim mengatakan perseroan tidak punya banyak ruang untuk menekan cost of fund yakni cost of fund pada simpanan.
“Kami perkirakan tahun ini suku bunga akan turun kira-kira antara 50 dan 75 basis poin. Jadi, dengan pertumbuhan tahun ini, kami perkirakan marginnya akan stabil, karena dampaknya tidak banyak, [bahkan] dampak langsungnya. dampak. “Penurunan suku bunga ini ditanggung BI,” jelasnya dalam agenda Pertumbuhan Berkelanjutan BCA di kanal YouTube Mirae Asset Sekuritas, Senin (26/2/2024).
Di sisi lain, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatatkan NIM sebesar 5,07% pada Maret 2024, turun dibandingkan 5,4% pada Maret 2024.
Sebelumnya, Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengatakan, untuk menjaga margin bunga, pihaknya akan mendorong upaya menjaga biaya dana tetap rendah dengan terus meningkatkan jumlah minimum (tabungan di rekening giro/CASA) dari transaksi. melalui platform aplikasi digital Kopra dan Livin super.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel