Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) mencapai 120,30 dengan kenaikan bulanan sebesar 0,38% (month-on-month/mtm) pada September 2024.

Sekadar informasi, Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani.

Dengan demikian NTP menjadi salah satu indikator untuk menunjukkan kapasitas/daya beli petani di perdesaan.

Selain itu, NTP juga menunjukkan kemampuan tukar (kondisi perdagangan) produk pertanian dengan barang dan jasa yang digunakan serta biaya produksinya.

Plt. Kepala BPS Amalia Adiningar Vidyasanthi mengatakan perkembangan NTP menyebabkan kenaikan indeks harga petani sebesar 0,20% menjadi 145,01. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani turun 0,18% menjadi 120,54.

Ia mengatakan, rangkaian barang yang mempengaruhi pertumbuhan indeks harga yang diterima petani antara lain gabah, kelapa sawit, kopi, dan karet.

Sementara itu, lanjutnya, komoditas yang menyebabkan turunnya indeks harga yang dibayar petani adalah cabai merah, cabai rawit, bensin, dan tomat sayur.

Data BPS menunjukkan pertumbuhan NTP tertinggi terjadi pada tanaman perkebunan rakyat (NTPR) sebesar 1,72%.

Sebaliknya, penurunan NTP terdalam terjadi pada sektor hortikultura yang mengalami penurunan sebesar 6,41%. Penurunan ini disebabkan karena indeks harga yang diterima petani turun sebesar 6,51%, lebih dalam dibandingkan indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,10%, kata Amalia di kanal YouTube BPS Statistik, Selasa (1). / 10/2024).

Jika dilihat sebaran wilayahnya, NTP mengalami peningkatan di 24 provinsi sebesar 2,68% dengan pertumbuhan tertinggi di Bengkulu.

“Pada saat yang sama, terdapat 14 provinsi yang mengalami penurunan NTP, dengan penurunan terdalam di Papua Barat sebesar 2,02%,” jelasnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA