Bisnis.com, JAKARTA – Saat ini, retinopati diabetik (RD) menjadi masalah kesehatan mata yang utama di Indonesia karena menimbulkan berbagai beban, baik kesakitan, beban sosial, dan ekonomi, serta meningkatnya jumlah penderita diabetes.

Penyakit mata diabetik: tantangan kesehatan masyarakat di Indonesia

Prof. Bayu Sasongko menjelaskan, RD merupakan salah satu komplikasi penyakit diabetes, dimana kadar gula yang tinggi pada akhirnya merusak pembuluh darah di retina, terutama jaringan peka cahaya.

Kondisi ini bisa dialami oleh siapa pun yang menderita diabetes tipe 1 atau tipe 2, terutama bagi mereka yang memiliki gula darah tidak terkontrol dan diabetes jangka panjang.

Pada awalnya, RD seringkali hanya menunjukkan gejala ringan atau tanpa gejala sama sekali. Namun jika tidak ditangani, RD dapat menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu, pasien diabetes dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan mata secara rutin minimal setahun sekali, meskipun tidak memiliki keluhan pada mata.

Di Indonesia, RD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting karena tidak hanya berdampak pada kualitas pelayanan diabetes, namun juga kualitas hidup, produktivitas kerja dan meningkatkan beban pelayanan kesehatan secara keseluruhan.

Meskipun terdapat kemajuan besar dalam skrining, diagnosis dan pengobatan, 75% penderita diabetes masih belum melakukan skrining untuk mengetahui kehilangan penglihatan terkait diabetes. Organisasi Kesehatan Dunia menargetkan setidaknya 80% penderita diabetes di semua negara melakukan pemeriksaan mata secara teratur.

Dalam peta jalan upaya kesehatan visi Indonesia 2025 – 2030, pada tahun 2030, tidak hanya 80% penderita diabetes yang akan dites, namun setidaknya 60% penderita diabetes dengan penyakit mata akan mendapat pengobatan yang tepat.

Meningkatnya jumlah penderita diabetes usia muda akan meningkatkan komplikasi diabetes di masa depan, termasuk peningkatan kasus RD yang mengancam penglihatan, yang diperkirakan akan mencapai 5 juta orang pada tahun 2025.

Jika penyakit ini tidak diobati, maka penyakit ini akan membebani sistem kesehatan karena kebutaan dan hilangnya produktivitas. Perkiraan total beban pembiayaan akibat RD diperkirakan meningkat menjadi Rp 138 triliun pada tahun 2025 dibandingkan sebelumnya sebesar Rp 38 triliun atau 2% belanja kesehatan pada tahun 2025 (Sasongko, dkk., 2020).

Data ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak boleh mengabaikan kemungkinan peningkatan beban RD akibat meningkatnya kasus diabetes, dan harus menerapkan kebijakan kesehatan yang efektif dan komprehensif untuk mengidentifikasi, berbagi, dan memantau secara rutin orang-orang yang berisiko terkena penyakit mata. karena diabetes.

Dalam peta jalan upaya kesehatan visi Indonesia 2025-2030, mendorong retinopati diabetik, mengintegrasikan kegiatan pencegahan, skrining, dan deteksi dini ke dalam kegiatan berbasis masyarakat dan layanan kesehatan primer akan menjadi sangat penting dalam meningkatkan cakupan deteksi dini dan pengobatan dini, yang pada akhirnya akan mengurangi diabetes di Indonesia. dan mengurangi beban penglihatan dan kebutaan pasien.

“Perubahan akan dirancang pada tahun 2030 untuk mencapai hasil yang berarti dengan menyatukan berbagai sektor, praktik, dan membangun kemitraan baru dalam sebuah konsorsium untuk mengurangi beban RD di Indonesia, model advokasi berbasis data, mobilisasi di tingkat komunitas, dan aktivisme di tingkat kebijakan. ” kata Prof. Bayu Sasongko menutup komentarnya.

Dalam rangka Hari Penglihatan Sedunia tahun 2024, Kementerian Kesehatan bersama pemangku kepentingan mengadakan acara pendistribusian dan peluncuran peta jalan Visi Kesehatan 2025-2030.

Peta jalan ini merupakan pemutakhiran dari peta jalan global dan regional tahun 2017 – 2030 dengan beberapa revisi mengikuti perubahan indikator global dan regional, serta perubahan sistem kesehatan di Indonesia. Peta jalan ini akan menjadi panduan penanganan permasalahan kesehatan mata di Indonesia, salah satu bidang utamanya adalah retinopati diabetik (RD).

RD adalah salah satu komplikasi diabetes yang paling umum dan penyebab utama gangguan penglihatan di seluruh dunia.

Mengatasi permasalahan RD di Indonesia memerlukan pendekatan multidimensi dengan bidang keahlian yang berbeda-beda. Oleh karena itu, peta jalan ini merumuskan sejumlah strategi, intervensi dan rencana operasional yang mencakup target pencapaian RD di Indonesia, serta berbagai pilar sistem kesehatan.

“Kolaborasi Pentahelix akan sangat penting untuk menggerakkan seluruh dimensi dalam mengatasi permasalahan kesehatan mata pada diabetes. Oleh karena itu, diperlukan struktur konsorsium yang mempertemukan berbagai elemen yang terdiri dari para ahli, pengambil kebijakan pusat dan daerah, peneliti, pelaksana sektor kesehatan pemerintah dan swasta serta masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam optimalisasi kesehatan mata penderita diabetes di Indonesia. kata Prof. Dr. Muhammad Bayu Sasongko, Sp.M(K), M.Epi, PhD, adalah Guru Besar dan Ketua Departemen Ilmu Mata Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gajah Mada.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA